Senin, 21 Maret 2011

A CHINESE LEGEND

Legenda ini pernah diceritakan oleh temen saya beberapa waktu yang lalu. Karena amat menyukainya, saya minta ia menerjemahkannya secara lisan kalimat per kalimat agar saya dapat menyadurkannya dalam bahasa Indonesia. Ceritanya berawal dari cinta romantis tapi memilukan, diselingi misteri, dan berakhir dengan menyeramkan. Kalau difilmkan, saya yakin baik Sasha maupun Heidi bisa menyukainya, karena filmnya termasuk genre romantis sekaligus menyeramkan. Tapi yang saya amat sukai dan terkesan adalah karakter dari pemeran utama cerita ini, Su Jichen, yang mengorbankan nafsu dan keinginannya demi untuk mematuhi tata krama. Dia anak orang kaya, tapi dia tetap mempertahankan mempunyai seorang isteri saja walaupun dia amat mencintai seorang wanita lainnya. Padahal dimasa itu, mempunyai lebih dari seorang isteri adalah lumrah.
by Kenji / August 4, 2010

Tempat dan waktu kejadian: Shanghai 1950

Gui Guzi (鬼谷子) adalah seoarang peramal yang amat terkenal di Shanghai. Saking banyaknya pelanggan2nya, terpaksa ia buka praktek pada pagi, siang dan malam hari tetapi hanya pada jam2 tertentu. Untuk yang malam hari, waktu cut-off adalah jam 9 malam. Jadi begitu sampai jam 9 malam, yang belum sempat bertemu dengannya terpaksa pulang dan datang lagi keesokan harinya.

Malam itu, seperti biasanya, begitu sampai jam 9 malam ia langsung melepaskan kaca matanya dan berteriak kepada pembantunya untuk menutup pintu. Tapi kali ini pembantunya bergegas masuk dan memberitahukan bahwa ada seorang tamu ngotot tidak mau pergi. Belum sempat menanyakan lebih lanjut, tiba2 pintu terbuka dan seorang pemuda berusia sekitar 30-an masuk, membungkukkan badannya dan berkata: “Tuan Gui, saya datang dari tempat jauh dan ada urusan amat mendesak memerlukan bantuan anda. Harap dapat kiranya diberikan pengecualian sekali ini saja.”
Karena tamunya amat sopan, Gui Guzi pun mempersilahkan ia duduk dan menyuruh pembantunya keluar untuk menutup pintu. Ternyata tamunya itu bermuka tampan. Hanya mukanya agak pucat dan sinar matanya sayu. “Biasanya mata yang tidak bersinar nasibnya kurang baik”, demikian Gui Guzi bertutur dalam hati. Selanjutnya Gui Guzi mulai bertanya kepada tamunya itu:

“Nama anda?”
“Marga Su (蘇) nama Jichen (寄塵).”
“Apa yang ingin diramal?”
“Nasib saya secara keseluruhan.”
“Baik. Kalau begitu tolong beritahukan tanggal dan jam kelahiran anda.”
Su Jichen pun memberitahukan kepada Gui Guzi tanggal dan jam kelahirannya.
“Oh, rupanya shio sapi”. Sambil berbicara Gui Guzi mulai mendekati dan menatap wajah Su Jichen dengan seksama.
“Tolong julurkan tangan kirimu.”
Setelah Su Jichen menjulurkan tangan kirinya, Gui Guzi pun mulai memegang telapak tangan kiri Su Jichen memperhatikan guratan2 telapak tangannya. Setelah melihat agak lama, Gui Guzi pun berkata: “Apa boleh saya berbicara blak2an?”
Sambil mengangguk Su Jichen menjawab: “Ya, harap diurai dengan mendetail. Yang jelek2 pun tak perlu di-tutup2i.”
Dan mulailah Gui Guzi menuturkan riwayat dan nasib Su Jichen.
Su Jichen lahir di Ningbo. Berasal dari keluarga kaya raya dan merupakan yang buncit dari empat bersaudara. Ketika ia berumur 15 tahun, kakak sulungnya mendapat jabatan penting di Shanghai sehingga sekeluargapun berpindah kesana.

Ketika ia berumur 20 tahun, pada suatu hari ia bersama teman2 sekolahnya melewati Xiafei Street (霞飛路) dan dari arah depan berpapasan dengan segerombolan murid2 perempuan. Seketika itu juga Su Jichen terhentak melihat diantaranya ada seorang cewek yang amat cantik. Mukanya berbentuk kwaci, matanya besar dan bersinar, mulutnya kecil, sama sekali tidak berdandan tetapi amat cantik. Secara kebetulan, cewek itu juga melihat kearah dia, tapi langsung menunduk malu dan berlalu bersama teman2nya.

Malam itu Su Jichen susah tidur karena terus memikirkan muka cewek yang dilihatnya pada siang hari. Keesokan harinya diapun menjadi uring2an dan tidak bersemangat. Sejak itu dia berubah dari seorang anak yang periang menjadi seorang anak yang pendiam. Beberapa kali dia bolak-balik di Xiafei Street sampai larut malam dengan harapan bisa ketemu cewek itu, tapi hasilnya selalu nihil. Dalam hati kecil sebenarnya dia juga tahu, seandainya ketemupun dia tidak akan punya keberanian menyapa cewek itu. Tapi ya begitulah. Asal bisa bertemu saja rasanya sudah amat berbahagia.

XXXXXX

Mulut Su Jichen melongo mendengar Gui Guzi menuturkan masa lalunya dengan demikian mendetail.

“Tuan Gui, anda bener2 hebat!”
“Tidak ada yang salah kan dari penuturanku?”
“Sama sekali tidak. Memang saya bertemu dengannya di Xiafei Street pada saat saya berusia 20 tahun. Dan setelah itu pikiran saya amat menyiksa.”
“Guratan tanganmu yang ini menentukan kamu pada umur 20 tahun harus mengalami siksaan batin karena cinta, dan siksaan batin itu berlanjut.” Sambil menunjukan suatu guratan ditelapak tangan Su Jichen, Gui Guzi melanjutkan ramalannya.
Beberapa kali Su Jichen berusaha melupakan gadis itu. Dalam hati dia berkata: “Dia cuma bertemu sekali dengan saya. Apakah dia masih ingat saya sekalipun nanti bertemu? Kalau cewek yang cantik begitu pasti banyak cowok yang mengejar, jangan2 dia juga sudah punya pacar.” Walaupun akal sehatnya menyuruh dia melupakan gadis itu, tapi emosi hatinya tidak mampu melakukannya. “Oh, Tuhan! Kenapa harus ada pertemuan di Xiafei Street itu? Kalau tidak ada, kan saya tidak tersiksa begini?” Beberapa kali dia berteriak sendiri disaat yang sepi, tapi tetap saja luka dihatinya tidak terobati.

Sejak itu setahun telah berlalu. Entah karena Tuhan terharu juga dengan teriakan Su Jichen, mereka bertemu untuk kedua kalinya pada suatu hari. Saat itu adalah musim dingin dan malam hari. Su Jichen sehabis dari luar bergegas pulang kerumah karena udara dingin. Untuk mengambil jalan pintas, dia masuk kesebuah lorong tapi mendadak matanya terbeliak melihat diujung lorong sana cewek yang dia impikan siang malam, dengan syal putih meliliti lehernya, tampak berjalan dengan seorang yang tampaknya seperti ibunya. Cewek itu kembali menatapnya, menghentikan langkahnya tapi sejenak kemudian ditarik pergi oleh ibunya. Pas disaat itu, sebuah kereta rickshaw (becak tanpa sepeda yang ditarik dengan manusia) masuk kelorong itu dari lorong yang lain lantas menghalangi pandangannya. Setelah rickshawnya berlalu, Su Jichen berlari kearah tempat cewek itu tadi berada tetapi ceweknya sudah hilang. 
Setelah kejadian ini, hati Su Jichen makin hancur. Dia sebenarnya ingin berteriak memanggil cewek itu ketika melihat cewek itu menghentikan langkahnya. Tapi karena disampingnya ada ibunya sehingga mengurungkan niatnya karena merasa tidak sopan. Tapi dengan demikian, hilanglah kesempatan untuk berkenalan denga cewek itu. Beberapa malam dia tidak bisa tidur. Terus menerus mengenangkan tatapan mata cewek itu. “Dia sampai menghentikan langkahnya, berarti dia juga suka sama saya. Dia berjalan sama ibunya, berarti dia belum punya cowok. Tapi dimana mencarinya? Dimana?” Setiap hari dia menggumam sendiri, menyesalkan kenapa tidak memanggil cewek itu pada saat itu. “Shanghai kan kota besar, bisa2 seumur hidup saya tidak bertemu lagi dengannya.” Tambah pikir tambah kesal, tapi selain pasrah apa yang bisa dilakukannya?


XXXXXX

Mata Su Jichen mulai ber-kaca2 mendengar penuturan siperamal Gui Guzi.

“Tuan Gui, anda benar2 luar biasa. Semua yang kualami dapat dituturkan dengan tanpa kesalahan sedikitpun. Saya amat tersiksa. Saya tersiksa terus. Kalau waktu itu saya mengenal anda, mungkin anda dapat membantu saya.”
“Itu sudah takdir. Saya tidak bisa berbuat apa2 juga. Nah, kalau melihat guratan ini, anda masih bertemu dengan dia untuk ketiga kalinya.”.
Tak terasa musim dingin telah beralih ke musim semi lalu ke musim panas. Hari itu, hujan turun dengan deras dan Su Jichen keluar dari sebuah toko buku sambil menjinjing payung. Pada saat hujan deras begini, payung sebenarnya tidak terlalu berguna. Baju dan celana Su Jichen tetap basah. Mendadak ia merasakan ada percikan air menghempas kearahnya dan dengan serta-merta muka dan sekujur tubuhnyapun menjadi bertambah basah kuyup. Baru mengangkat kepala mau menegur orang yang menyebabkan percikan air itu, dia melihat sebuah rickshaw baru saja melintas disampingnya dan di rickshaw tersebut duduk 2 orang cewek. Salah seorangnya membalikkan mukanya memandang kearahnya dengan raut muka minta maaf. Sinar matanya demikian lembut. Siapa lagi kalau bukan cewek yang dia rindukan siang malam itu.

Seketika itu juga, dia berlari mengejar rickshaw itu dengan se-kencang2nya. Tapi apa mau dikata, kakinya tersandung sebuah batu dan dia jatuh terjerambab dijalan. Mukanya menghantam tanah dan darahpun mengalir keluar dari keningnya seketika itu juga. Tanpa memperdulikan darah dan air hujan yang membasahi seluruh tubuhnya, dia bangun dan segera berlari mengejar rickshaw itu tapi rickshaw tersebut sudah berada jauh didepan.

Su Jichen masih mati2an mengejar. Tapi apa lacur, dia terpeleset dijalan yang licin dan kembali jatuh. Dan ketika dia bangun kembali, rickshaw sudah menghilang dari pandangan matanya. Seketika itu juga dia merasa matanya gelap. Kepalanya menengadah keatas. Cucuran air matanya tak kalah deras dengan curahan hujan. Dia berdiri bengong dijalan tanpa memperdulikan rickshaw yang berlalu lalang dijalan tersebut sampai akhirnya seorang kakek menariknya kepinggir jalan.

Sambil menuturkan kejadian pertemuan ketiga itu, Gui Guzi meng-geleng2kan kepalanya.

Dengan sedikit terisak Su Jichen bertanya: “Apa dikehidupan sebelum ini saya telah membuat dosa yang amat besar sehingga dikehidupan yang sekarang ini saya harus menanggung siksaan demi siksaan?”
“Saya tidak bisa meramal kehidupanmu yang lalu. Redakanlah kesedihanmu. Sancai, sancai (Allah maha pengasih).”
“Setelah itu anda pasti juga tau kelanjutannya kan?”
Gui Guzi melanjutkan pemeriksaan guratan telapak tangannya.

XXXXXX

Su Jichen sudah melupakan sekolahnya. Mengaku pergi kesekolah kepada orang tuanya, padahal setiap hari dia bolos mencari cewek itu. Susahnya dia tidak tau cewek tersebut bernama apa, sehingga tidak tau bagaimana menanyakan ke orang2. Mengira cewek tersebut tinggal didaerah dimana mereka bertemu kedua kalinya, Su Jichen sudah melewati semua lorong2 disekitar itu entah berapa ratus kali. Tetapi tetap saja hasilnya nihil.

Takut ketahuan terlalu banyak bolos, diapun mulai balik kesekolahnya tapi dalam 1 minggu paling tidak dia bolos 1-2 hari. Demikianlah hari demi hari berlalu tapi cewek itu seperti menguap dari bumi ini.
Menjalani hidup yang hampa ber-tahun2, Su Jichen pun akhirnya sudah menyelesaikan kuliahnya pada saat berusia 24 tahun. Dia sekarang sudah berusia 25 tahun. Pada masa itu, cowok2 umumnya sudah menikah pada usia 25 tahun. Sebenarnya sejak dia tammat kuliahpun orang tuanya sudah mendesak dia nikah, tapi dengan bermacam dalih dia menolaknya. Dia sebenarnya juga pernah menyampaikan keibunya soal cewek idamannya itu, tapi dizaman itu keluarga kaya harus mendapatkan pasangan dari keluarga kaya pula. Makanya ibunya tidak setuju sembarangan mencari pasangan dari keluarga tidak dikenal apalagi cewek itu keberadaannya tidak diketahui.

Setelah 3 ½ tahun mencari tanpa hasil, Su Jichen mulai patah arang. Ditambah setahun terakhir ini didesak terus oleh orang tuanya, akhirnya pada suatu hari dia setuju pergi bersama ibunya melihat calon pengantin yang diperkenalkan oleh mak comblang. Cewek yang diperkenalkan ini bernama Xiuyi (秀宜), mukanya juga cantik pinggangnya juga kecil dan kulitnyapun putih mulus. Cuma sayangnya dihati Su Jichen sudah kepalang terisi cewek yang pertama kali ketemu di Xiafei Street itu, maka diapun tidak menyukainya. Tapi sebaliknya ibunya naksir berat terhadap Xiuyi ini.

Sampai 3 bulan setelah pulang dari rumah Xiuyi, Su Jichen tetap bertahan tidak mau menikahi Xiuyi. Tapi akhirnya ayahnyapun mulai angkat bicara dan diapun mulai berpikir. Pertama dia sudah mencari cewek idamannya selama 3 ½ tahun. Segala pelosok Shanghai sudah dijelajahi. Karena tetap tidak ketemu juga, apa cewek tersebut telah pindah kekota lain? Kedua, membangkang terus terhadap orang tua akan dicap sebagai anak tidak berbakti. Maka akhirnya, dengan berat hati diapun menyetujui menikahi Xiuyi.

Bagaimana kehidupan Su Jichen setelah menikah dengan Xiuyi? Hilang kemana cewek yang pertama kali ketemu di Xiafei Street itu? Hal yang menyeramkan mulai menghampiri.
Masih 2 minggu lagi dan tanggal pernikahanpun akan tiba. Setiap hari Su Jichen masih mengharapkan dapat bertemu dengan cewek idamannya. Seandainya bisa bertemu, dia akan membatalkan pernikahan itu entah dengan cara kabur dari rumah atau apa. Tapi sayang cewek idamannya tetap tidak muncul dan hari pernikahanpun tiba.

Pesta diadakan secara besar2an dan meriah. Maklum keluarga Su Jichen adalah keluarga yang kaya raya. Kedua orang tua Su Jichen ber-seri2 sejak pagi, tapi Su Jichen sendiri sepanjang hari tampak cemberut dan dingin.

Tibalah malam hari berduaan dengan Xiuyi dikamar pengantin. Setelah berdua berdiam lama, Su Jichen memulai pembicaraan:

“Xiuyi, saya harus berkata jujur kepadamu, bahwa sebenarnya saya tidak mencintaimu dan pernikahan ini hanya karena saya tidak enak menolak permintaan orang tua saya.”
“Sebenarnya dari waktu pertama kali kita bertemu aku juga sudah tahu. Kamu sekalipun tidak pernah mau memandang kepadaku.”
“Kalau begitu kenapa kamu mau menikah dengan saya?”
“Karena aku menyukaimu dan aku juga tidak dapat menolak kemauan orang tuaku.”
“Orang tua! Orang tua! Kenapa sih pernikahan harus diatur oleh orang tua?”
Xiuyi tidak menjawab. Dia hanya menundukkan muka.
“Itu kan sangat tidak adil. Kita tidak boleh memilih orang yang kita sukai!”
“Aku tahu kamu pasti mencintai cewek yang lain. Tapi kenapa tidak berjuang mendapatkannya?”
“Mendapatkannya? Dia ada dimana saja saya tidak tahu.”
Lalu Su Jichen menceritakan kisah tentang cewek idamannya dari awal sampai akhir.
Xiuyi menangis ter-sedu2. Entah kasihan kepada Su Jichen atau meratapi nasibnya sendiri memperoleh suami yang tidak mencintainya.
Dengan ter-isak2 dia berkata: “Aku tidak berkeberatan diceraikan. Tidak apa2 aku diusir kembali kerumah orang tuaku.”
“Ai..” Su Jichen menghela napas: “Keluargaku adalah keluarga terpandang. Ayahku tak akan mengizinkan hal itu. Lagipula ini sama sekali bukan salahmu. Saya juga tidak mungkin mau melakukan itu.”
Xiuyi terharu mendengar jawaban dari Su Jichen. Secara refleks dia menjatuhkan badannya kepundak Su Jichen, tapi ditahan oleh kedua tangan Su Jichen.
“Maaf, Xiuyi. Hati saya belum bisa menerima kamu. Saya mohon untuk sementara kita jangan bersentuhan dulu, tapi didepan orang tuaku tolong kita bertindak se-olah2 layaknya suami isteri.”
Xiuyi meng-angguk2 sambil berlinangan air mata. Dan malam itu kedua mempelai nyaris tidak tidur sama sekali.

Sejak itu, mereka berdua menjalankan hidup sebagai suami-isteri semu. Didepan orang tua kelihatan mesra, tetapi dikamar tidur sama sekali tidak bersentuhan.

Namun orang tua Su Jichen sangat menyayangi menantu ini. Xiuyi selalu bangun pagi2, menyiapkan makanan dan melayani kedua orang tua tersebut dengan amat telaten. Sang Ibu malah kadang2 menegor Su Jichen karena dia sering kelihatan acuh tak acuh terhadap Xiuyi.
Persoalan mulai timbul ditahun kedua. Kedua orang tua heran kenapa Xiuyi tidak kunjung hamil. Karenanya mereka disuruh mencari tabib untuk mengetahui penyebabnya. Su Jichen pusing tujuh keliling. Rahasianya segera akan terungkap. Terpaksa dia mengutarakan kepada Xiuyi bahwa walaupun tidak mencintainya, dia harus menghamilinya karena kalau tidak, rahasia mereka selama ini akan terbongkar.

Xiuyi malah senang mendengar ini dan tidak lama setelah itu diapun mengandung. Tak disangka dengan semakin bertambah umur kandungannya, Su Jichen jadi semakin menyayanginya dan mereka akhirnya menjadi suami-isteri yang sebenarnya. Dan setelah 9 bulan lahirlah seorang bayi laki2 yang montok.

(Sebenarnya dari sini saya bisa switch ceritanya jadi happy-ending, dengan melanjutkan ceritanya menjadi Su Jichen dan Xiuyi berpesiar setelah melahirkan lalu diselingi dengan adegan2 romantis dari keduanya. Tapi saya berpikir kembali. Yang Sasha mau kan kisah romantis antara Su Jichen dengan cewek idamannya yang pertama kali ketemu di Xiafei Street itu, bukan kisah romantis antara Su Jichen dengan Xiuyi. Jadi saya teruskan ceritanya seperti apa adanya aja deh)

Saking sayangnya Su Jichen terhadap isterinya, dia menganjurkan agar dicari seorang baby-sitter untuk mengurus anak mereka. Xiuyi amat senang. Kebetulan ada seorang temen baiknya yang bersedia menjadi baby-sitter. Jadi diputuskan agar memanggil temennya itu saja kerumah mereka.

Pada hari yang telah ditentukan, temennya Xiuyi datang dan Xiuyi pun membawa temennya menemui Su Jichen. Tapi betapa kagetnya Su Jichen ketika melihat mukanya si baby-sitter itu. Itu adalah cewek yang dia rindukan siang malam dan entah hilang kemana selama ini. Yang beda cuma dandanannya. Kalau dulu dia seorang murid sekolah, sekarang dandanannya menjadi seperti seorang pembantu. Tapi mukanya tetap cantik sekali dan sinar matanya tetap begitu lembut walaupun terbeliak kaget ketika melihat Su Jichen.

“Apakah kalian kenal?” Xiuyi bertanya karena melihat mereka kaget ketika bertemu.
“Ya, dia pernah bantu menjaga bibi saya beberapa minggu ketika bibi saya sakit.” Entah kenapa, Su Jichen yang biasanya tidak bisa berbohong mendadak jadi pintar.
“Oh, rupanya Cuifeng (翠鳳) adalah temen kamu juga. Baguslah kalau begitu. Tidak perlu repot2 saya memperkenalkan lagi.” Xiuyi ber-seri2 dan sedikitpun tidak menaruh curiga.

Selanjutnya Xiuyi pun membawa Cuifeng kekamar bayinya dan mengobrol lama disitu meninggalkan Su Jichen yang melongo sendirian.

XXXXXX

Su Jichen ingin berbicara empat mata dengan Cuifeng karena terlalu banyak yang ingin ditanyakan.. Selain itu rasa kangennya juga kambuh kembali. Tapi susahnya Cuifeng kebanyakan ada dikamar bayi dan jarang mau keluar. Sekali2 kepergok dia ada diluar kamar tapi begitu melihat Su Jichen, dia buru2 langsung masuk kekamarnya lagi.

Tiga hari telah berlalu dan tidak sekalipun Su Jichen berkesempatan berbicara dengan Cuifeng. Malamnya dia bolak-balik tak bisa tidur memikirkan bagaimana caranya agar bisa berbicara empat mata dengan Cuifeng. Akhirnya dia pikir kalau siang hari pasti tidak mungkin karena dirumahnya banyak sekali orang berlalu-lalang. Selain kedua orang tuanya masih ada kakak2 beserta isteri2 mereka. Belum lagi pembantu2 rumah tangga. Jadi kalau berbicara disiang hari pasti akan kepergok. Satu2nya cara adalah dengan nekat pada tengah malam begini menerobos kekamar bayi. Melihat isterinya sudah tidur, diapun diam2 turun dari ranjang meninggalkan kamarnya menuju kekamar bayi. Tapi dia tidak tahu sebenarnya isterinya juga belum tidur. Xiuyi heran kenapa Su Jichen malam2 meninggalkan kamar karena selama ini belum pernah dilakukannya. Jadi diapun dengan meng-endap2 mengikuti Su Jichen.
Xiuyi kaget karena ternyata Su Jichen menuju kekamar bayi. Terlihat dia mulai mengetok-ngetok pintu kamar dengan ringan. Tidak lama kemudian terdengar suara Cuifeng: “Xiuyi, apakah kamu itu?”
“Bukan, Cuifeng. Ini aku. Banyak hal yang ingin kutanyakan. Izinkanlah aku masuk.”
“Hah!” terdengar suara kaget dari Cuifeng: “Jangan, tuan muda. Nanti saya berdosa.”
“Aku cuma minta pertemuan dan pembicaraan empat mata sekali ini saja, karena terlalu banyak pertanyaan yang ingin kutanyakan. Disiang hari hal tersebut tidak mungkin dilakukan karena terlalu banyak orang yang lalu lalang, jadi terpaksa saya datang malam2 begini. Mumpung Xiuyi sudah tidur.”
“Oh jangan, tuan muda. Saya tidak boleh membelakangi Xiuyi bertemu dengan tuan muda.”

Mendadak pintu kamar dibuka oleh Su Jichen. Pintu kamar itu memang kuncinya sengaja dicopotkan oleh Xiuyi agar dia se-waktu2 dapat masuk kekamar menemui bayinya.
“Maaf, Cuifeng. Saya tak ada jalan lain selain dengan lancang masuk kemari malam ini.”
Cuifeng mengerutkan tubuhnya ditempat tidur. Rambutnya awut2an dan bajunya sedikit acak2an karena dia tidak sempat merapikannya. Matanya terlihat sedikit ber-kaca2 dan terlihat dia menggigit bibir bagian bawahnya. Perasaan Su Jichen makin tidak keruan karena dalam keadaan begini Cuifeng makin terlihat cantik.
Takut tak dapat mengontrol dirinya, Su Jichen menundukkan mukanya dan berjalan kearah meja yang terletak ditengah kamar itu dan duduk.
“Cuifeng, selama 6 tahun lebih aku menderita karena kamu. Anggaplah ini belas kasihan dari kamu atas penderitaanku selama ini dan duduklah disini menjawab pertanyaan2ku.”

Per-lahan2 Cuifeng turun dari tempat tidur, merapikan baju dan rambutnya lalu duduk semeja dengan Su Jichen.
“Tuan muda, maafkan aku.”
“Jangan panggil tuan muda. Panggil saya Jichen”
“Aku tidak enak.”
“Sudahlah. Nasib kita berdua sudah demikian jelek. Jangan sampai tidak memanggil aku Jichen lagi.”
“Oh…Baiklah Jichen” mata Cuifeng makin ber-kaca2.
“Waktu kita berdua bertemu pertama dan kedua kali sih saya maklum. Saya tidak sempat bereaksi apa2. Tapi waktu ketiga kali itu kamu membalikkan muka dan melihat saya lagi mengejar, kok tidak suruh sipenarik rickshaw itu berhenti?”
“Aku melihat kamu jatuh, Jichen! Aku langsung menyuruh sipenarik rickshaw berhenti. Tapi Xiuyi tanya aku kenapa?”
“Hah! Jadi yang duduk disamping kamu itu Xiuyi?”

Air mata Cuifeng mulai mengalir. “Iya. Aku malu terhadap Xiuyi. Masak aku suruh sipenarik rickshaw berhenti hanya karena seorang laki2 yang aku kenal saja belum? Jadi akhirnya aku suruh diteruskan lagi perjalanannya. Tapi kok habis itu kita tidak bertemu lagi? Kenapa?”
“Kenapa? Kenapa? Ini seharusnya saya yang tanya. Karena sehabis itu selama bertahun-tahun saya mencarimu sampai kesegala pelosok Shanghai tapi tidak ketemu.”

Cuifeng tak sanggup menahan perasaan lagi. Air matanya bercucuran deras. Ia meng-geleng2kan kepalanya. Lalu dengan sebentar2 melap air matanya ia menceritakan derita hidupnya:

“Ayahku telah meninggal sejak aku masih kecil. Ibu yang dengan susah payah membesarkanku. Kami tidak mempunyai famili lain di Shanghai. Ibu mencari nafkah dengan berjualan dipasar. Hidup kami amat pas2an. Kadang2 kami berdua hanya makan sekali dalam sehari. Oleh sebab itu, waktu ada temen ibu dari Hangzhou datang kemari, dan itu adalah kira2 1 tahun sejak pertemuan kita yang ketiga, dan mengatakan ada keluarga kaya di Hangzhou ingin mencari menantu yang cantik, Ibu langsung mengiyakan. Aku menangis dan me-ronta2. Tapi Ibu juga menangis dan malah berlutut dihadapanku, dan mengatakan dia sudah tidak sanggup lagi menahan derita hidup. Habis aku mau bagaimana lagi? Semua terjadi dengan demikian cepat. Keesokan harinya juga langsung aku dan ibu dijempat ke Hangzhou.”

“Tuhan sungguh kejam,” Su Jichen menimpali sambil mengepalkan kedua telapak tangannya.: “Didunia ini memang tidak ada keadilan!” Dengan ter-sedu2 Cuifeng kembali melanjutkan penuturannya:

“Suami saya itu pendek dan gemuk. 1-2 tahun setelah menikah sih orangnya masih baik. Ibuku ditempatkan disebuah rumah kecil dan aku bebas mengunjunginya. Tetapi setelah aku melahirkan seorang bayi perempuan, dia dan kedua mertuaku mulai tidak suka terhadapku. Aku dilarang keluar rumah sekalipun untuk menemui ibuku. Sebaliknya dia setiap malam kalau bukan pergi berjudi pasti pergi minum. Aku tidak boleh tidur dan harus menunggunya pulang. Kalau lagi mabuk, kadang2 aku dipukuli. Belakangan dia kawin lagi dengan seorang cewek lain dan aku dan anakku disuruh pindah dan tinggal bersama ibuku dirumah kecil itu. Belakangan karena sering kalah judi, keadaan ekonominyapun mulai payah. Tunjangan hidup untuk aku, anakku dan ibuku semakin lama semakin sedikit . Sebenarnya semenjak dipindahkan kerumah kecil itu aku ingin kerja di kantor2 tapi tidak diperbolehkan. Belakangan terdengar kabar bahwa rumah kecil yang kami tempati bertiga itu mau dijual dan akupun menjadi gugup. Teringat bahwa aku masih mempunyai seorang teman baik di Shanghai, maka akupun menulis surat kepada Xiuyi menanyakan apa dia bisa membantuku mengatasi keadaan darurat ini. Aku sangat senang dan lega ketika dibalasan surat Xiuyi mengatakan dia sudah menikah dengan seorang pemuda tampan, kaya dan berpengaruh di Shanghai dan baru melahirkan seorang bayi laki2. Dia minta aku menjadi baby sitternya dan suruh aku, anakku dan ibuku segera minggat saja dari Hangzhou. Kalau seandainya nanti suamiku berani coba2 cari perkara, dia akan minta keluarga suaminya menghadapinya.”

“Jadi, karena itulah aku sampai kerumah ini tapi betapa kagetnya aku ketika tahu ternyata suami Xiuyi adalah kamu. Aku tahu aku tak boleh ber-lama2 disini karena nanti bisa menimbulkan prasangka yang tidak baik dari Xiuyi kepada kamu. Cuma sekarang aku masih bingung kalau keluar dari sini aku mau kerja dimana dan bagaimana menjelaskannya kepada Xiuyi.”

“Sudahlah, Cuifeng. Jangan pikir macam2 dulu. Terima kasih kamu telah mau menjelaskan semuanya kepadaku. Aku permisi dulu”.

Su Jichen keluar dari kamar Cuifeng tapi tidak langsung kekamarnya. Dia pergi ketaman belakang yang berjauhan dari kamar2. Disana dia menangis habis2an meratapi nasib antara dia dengan Cuifeng. Waktu dikamar Cuifeng dia mati2an menahan kesedihannya karena dia tahu kalau dia menangis disitu nanti Cuifeng jadi semakin sedih lagi.

Entah berapa lama dia berada ditaman itu. Lalu diapun kembali kekamarnya. Xiuyi ternyata masih tidur nyenyak ditempat tidur. Tapi dia tidak tahu sebenarnya isterinya terus mengikutinya semenjak dia keluar dari kamar dan buru2 kembali kekamar pura2 tidur sebelum dia balik kekamar.

Keesokan harinya, hati Su Jichen terasa gundah gulana. Ter-bayang2 bagaimana semalam Cuifeng menceritakan penderitaannya sambil menangis ter-sedu2. Ingin sekali dia mem-belai2 dan bahkan memeluknya, tetapi tidak pantas karena dia sekarang sudah menjadi suaminya Xiuyi. Teringat kembali 3 pertemuan terdahulu itu, dia semakin ingin merangkul Cuifeng dan menangis se-puas2nya untuk melepaskan rindu. Tapi hal tersebut tak akan pernah terjadi untuk se-lama2nya.

Karena amat risau, dia pergi ke kelenteng yang tidak jauh dari rumahnya. Keluarganya sering memberikan sumbangan kepada kelenteng tersebut. Oleh sebab itu ketua kelenteng sampai menyiapkan sebuah kamar khusus untuk keluarga Su. Su Jichen bersamedhi dikamar tersebut untuk menenangkan pikirannya dan menghilangkan kegundahannya. Sayup2 terdengar suara doa para pendeta, sampai timbul pikiran Su Jichen ingin membuang rambut dan menjadi pendeta saja. Tak terasa 2-3 jam pun berlalu.

Mendadak seorang pendeta bergegas lari menuju kekamarnya: “Tuan Su, tidak tahu apa yang terjadi dirumah anda. Saya barusan melewati rumah anda sebelum balik ke kelenteng. Banyak suara gaduh dan pembantu2 dan anggota2 keluargamu tampak berlari kesana kemari.”

Dengan spontan Su Jichen lari kerumahnya. Begitu masuk kerumah, dia mendengar suara tangis disana-sini. Seorang pembantu menuntunnya kekamar tidurnya. Terlihat Xiuyi terbaring kaku ditempat tidur dan di-langit2 ada ikatan tali. Ibunya menangis sedu-sedan disamping mayat isterinya dan banyak anggota keluarga berkumpul disitu. Ini benar2 seperti halilintar disiang bolong. Kok hal demikian bisa terjadi? Kakak sulungnya menggandengnya kesebuah meja. Disana terletak 2 surat dengan tulisan tangan Xiuyi. Satu ditujukan kepadanya dan satu ditujukan kepada orang tuanya. Segera Su Jichen menyambar surat yang ditujukan kepadanya. Demikianlah isi surat tersebut:

Jichen, semalam sebenarnya aku mengikutimu sepanjang malam. Dari samping jendela aku melihat dan mendengar semua percakapanmu dengan Cuifeng. Aku baru tahu cewek yang di-idam2kan olehmu ternyata adalah Cuifeng. Kalau itu hari aku tidak menegur Cuifeng kenapa menghentikan kereta, kalian berdua sekarang sudah menjadi sepasang suami-isteri yang berbahagia. Karena akulah nasib Cuifeng menjadi tragis begini dan dirimu pun tersiksa batinnya. Sebenarnya aku ingin sekali kamu menikahi Cuifeng dan kita hidup bertiga, tapi aku juga tahu hal tersebut tidak akan terjadi karena keluarga Su tidak dapat menerima menantu dari keluarga tidak terpandang. Aku memilih mengakhiri hidup ini karena:

1. Aku merasa berdosa kepada Cuifeng karena akulah yang mengakibatkan hidupnya jadi terlunta-lunta padahal dia teman baikku.
2. Aku memohon kepada kedua orang tuamu dengan nyawaku agar mereka mau menerima Cuifeng sebagai isterimu. Aku yakin dia dapat merawat anak kita dengan baik.

Walaupun masa pernikahan kita amat singkat, aku sangat menikmatinya dan sudah merasa puas. Maaf aku pamit dulu.
Mendadak 2 pembantu rumah tangga lari masuk kekamar. “Tolong, tolong! Si baby sitter terkapar dilantai. Mulutnya mengeluarkan busa.”

Su Jichen kaget sekali. Tapi tangannya digenggam oleh kakak sulungnya. Terdengar ibunya membentak kedua pembantu tersebut: “Pergi dari sini! Apakah kalian tidak lihat keadaan nyonya muda disini? Kalau si baby sitter, apa urusannya dengan keluarga kami?”

Kakak sulungnya berbisik kepada Su Jichen: “Ibu sudah membaca surat Xiuyi dan dia tetap tidak setuju kamu menikahi Cuifeng. Jadi kamu jangan peduli Cuifeng.”

Tapi Su Jichen tidak perduli. Dia menghentakkan dan melepaskan tangannya dari genggaman kakak sulungnya dan secepat kilat berlari kekamar Cuifeng. Terlihat Cuifeng terbaring dilantai. Mulutnya mengeluarkan busa, hidungnya mengeluarkan darah. Diatas meja ada sebotol racun tikus.

Buru2 Su Jichen menghampiri Cuifeng. Mulut Cuifeng ber-gerak2 seperti mau mengucapkan sesuatu. Su Jichen mendekatkan telinganya kemulut Cuifeng. Sayup2 tercium bau darah dari mulut Cuifeng dan terdengar suara lemah keluar dari mulutnya: “Jichen, Xiuyi bunuh diri karena aku. Mana aku dapat menerima kenyataan ini. Aku mau menyusulnya. Jagalah anakmu dengan baik dan kalau boleh, tolong menjaga ibuku dan anakku juga. Mereka ada di…. alamatnya ada tertulis disurat diatas meja.”

XXXXXX

Gui Guzi menengguk secangkir teh. Dia haus setelah berbicara terlalu lama kali ini. Kembali dia melihat telapak tangan Su Jichen. Mendadak dia terhentak kaget: “Guratan ini.. guratan ini kenapa terputus disini?” Dia mengangkat kepala melihat kemuka Su Jichen. Badannya gemetaran, tangannya menunjuk kearah Su Jichen: “Kamu.. kamu…”

“Ya. Setelah itu saya menenggak sisa racun tikus yang ada dimeja.”
“Disini bukan duniamu. Kenapa kamu datang kemari?”
“Karena saya bingung tidak tahu mau tanya kesiapa.”
“Jangan ganggu aku. Pergilah dari sini.”
“Tidak sebelum saya mendapatkan jawabannya.”
“Apa yang ingin ditanya?”
“Dialam baka saya menemui Xiuyi. Tapi kenapa saya tidak menemui Cuifeng?”
“Tidak. Saya tidak bisa memberitahukan karena itu akan melanggar kodrat.”
“Persetan dengan segala kodrat. Saya harus tahu.”
“Tidak. Tidak seorangpun peramal yang boleh membocorkan hal demikian kepada roh.”
“Didunia ini dia sudah menghilang begitu lama dari saya. Kenapa didunia sana dia menghilang lagi?” Muka Su Jichen mulai berubah jadi beringas.
“Saya tidak tahu. Pergilah dari sini. Tanya keperamal yang lain.”
“Hanya kamu yang tahu karena kamu yang terhebat. Sudah terbukti tadi. Ramalan kamu dari awal sampai akhir tidak ada satupun yang salah.”

(Bersambung)

“Jangan memaksa aku. Demi kebaikan bersama jangan memaksa aku.”
“Tidak. Saya harus mengetahuinya.” Su Jichen bangkit dari tempat duduknya.
Gui Guzi merasa dirinya terancam. Dikeluarkan sepotong cermin dari laci. Cermin itu dapat mengusir roh tapi biasanya baru akan digunakan dalam keadaan terpaksa karena dapat memusnahkan roh sehingga tidak dapat reinkarnasi lagi. Sekarang terpaksa dia mengarahkan cermin tersebut kemuka Su Jichen.

Su Jichen membalikkan mukanya. Dia mundur sampai tujuh langkah. Tapi setelah itu dia dapat menguasai keadaan. Mukanya berubah menjadi muka yang dari lubang mata, hidung, telinga dan mulut mengeluarkan darah. Mungkin itulah wajahnya saat meninggal karena racun tikus. Mendadak seluruh ruangan menjadi dingin. Dinding rumah mulai bergetar. Su Jichen ketawa ter-bahak2: “Gui Guzi, kamu mau memusnahkan aku?”

Gui Guzi mengarahkan cermin ber-ulang2 kearah muka Su Jichen tapi tidak mempan. Dia baru menyadari bahwa Su Jichen adalah roh yang amat penasaran. Roh2 demikian kekuatannya berlipat ganda karena himpunan kekuatan dari rasa penasarannya. Karena tahu tidak kuat melawannya, Gui Guzi memejamkan mata menunggu ajal. Udara terasa makin lama makin dingin. Itu pertanda Su Jichen sudah makin mendekatinya. Tapi per-lahan2 rasa dingin itu berkurang dan getaran dinding rumahnya juga ber-angsur2 mereda. Akhirnya semuanya menjadi normal kembali.

Gui Guzi membuka kedua matanya. Dilihatnya Su Jichen bersujud dihadapannya. Mukanya sudah berubah kembali menjadi muka semula yang tampan. “Tuan Gui, maaf atas kelancangan saya tadi. Saya memang tidak boleh memaksa anda melanggar kodrat. Baiklah, saya pamit dulu.” Sehabis berkata, Su Jichen berdiri, berbalik badan dan pergi.

Ketika Su Jichen hampir melangkahi pintu keluar, mendadak Gui Guzi berteriak: “Tuan Su, tunggu. Tolong balik kembali. Ada hal yang ingin kusampaikan.” Su Jichen balik kedalam dan duduk kembali dikursi tadi. Terlihat Gui Guzi mengambil sebotol arak dari lemari dibelakang mejanya. Setelah itu sambil mengelus-elus dadanya dia berkata:

“Tuan Su, anda telah berbaik hati tidak membunuhku padahal aku yang memulai untuk memusnahkanmu. Aku juga punya hati nurani. Masa bodoh segala macam kodrat itu. Kalau aku tidak memberitahukan kenapa kamu tidak bisa menemui Cuifeng, seumur hidupku nanti batinku akan tersiksa.

Ditenggakkannya sebotol arak itu sampai habis, Gui Guzi melanjutkan kata2nya: “Ibumu menyuruh kakak sulungmu menyusulmu kekamar Cuifeng. Ketika dia sampai, pas pada saat kamu tidak sadarkan diri setelah minum racun tikus. Kamu digotong kekamar kakak sulungmu dan segera dipanggilkan tabib. Tapi waktu tabib tiba, nyawamu sudah tidak tertolong lagi. Sebaliknya Cuifeng ditolong oleh kedua pembantu rumah tangga itu. Mereka mengorek-ngorek tenggorokan Cuifeng dan sebagian besar racun tikus termuntah kembali. Cuifeng tertolong dan oleh sebab itu kamu tidak bisa menemuinya dialam baka.”

Su Jichen terdiam lama. Jelas terlihat rasa kecewa dimukanya. “Oh, rupanya begitu… Lalu dia berada dimana sekarang?”
“Sancai, sancai.. Janganlah mengganggu dia. Kalian sekarang berada didunia yang berbeda.”
“Saya tidak akan mengganggu dia. Saya cuma ingin melihatnya terakhir kalinya sebelum kembali kealam baka.”
“Baiklah kalau begitu. Dia sekarang ada dibiara yang terletak dipinggir kota sebelah timur. Dia telah menjadi seorang nigu (pendeta wanita yang kepalanya juga diplontoskan).”
“Terima kasih tuan Gui, Su Jichen berhutang budi kepadamu. Saya pamit dulu.”

Jam tepat menunjukkan jam 12 tengah malam ketika Su Jichen meninggalkan rumah Gui Guzi. Terlihat dia berjalan menuju kerumahnya, rumah keluarga Su. Pertama-tama terlihat dia masuk kekamar tidur kedua orang tuanya. Dia sudah berbentuk roh. Dia dapat dengan leluasa menerobos dinding. Terlihat dia menekuk lutut dan membenturkan kepalanya 3 kali kelantai untuk menghormati orang tuanya. Setelah itu ber-turut2 dia kekamar tidur kakak sulung, kakak kedua dan kakak ketiganya dan lalu terakhir dia menuju ke bekas kamar Cuifeng. Terlihat anaknya tertidur lelap disamping seorang baby sitter baru. Setelah melihat anaknya, dia menuju ke meja yang terletak ditengah kamar dan duduk disalah satu kursi disamping meja itu. Lama sekali dia duduk dikursi itu. Tampak air mata bercucuran dari mukanya. Pasti dia lagi merenungkan saat2 Cuifeng menceritakan pengalamannya malam itu.

Setelah meninggalkan rumahnya, dia menuju biara yang disebutkan oleh Gui Guzi. Ditengah malam begini diruang sembayang terlihat masih ada lampu menyala. Seorang nigu dengan pakaian abu2 terlihat lagi membaca doa sambil mengetok-ngetok bokhie (genggaman kayu berbentuk ikan yang digunakan waktu berdoa). Sambil berdoa si nigu mengucurkan air matanya. Berarti nigu tersebut belum mampu melupakan kesedihan yang dialaminya sewaktu masih menjadi orang biasa.

Su Jichen cuma bisa melihat dari jauh. Sebagai roh dia tidak dapat berada terlalu dekat dengan ruang sembahyang. Dia terus menatap wajah nigu tersebut – wajah yang tidak bisa dia lupakan waktu sebagai manusia maupun sebagai roh sekarang. Terdengar Su Jichen menggumam sendiri: “Tengah malam begini dia masih berdoa. Dia pasti tidak bisa tidur. Cuifeng, kita berdua sungguh tidak berjodoh. Semoga Tuhan mengasihani kita dan mempertemukan kita dikehidupan yang akan datang.”

Su Jichen sebenarnya belum mau pergi. Tapi suara doa dan suara bokhie membuat kepalanya pusing karena dia sekarang bukan manusia lagi. Dengan sedih diapun meninggalkan biara tersebut dan menghilang di kegelapan malam.

XXXXXX

Setelah kejadian malam itu, Gui Guzi jatuh sakit dan sampai enam bulan kemudian baru sembuh. Tetapi setelah sembuh dia tidak menjadi peramal lagi karena kekuatan meramalnya sudah hilang. Itu adalah hukuman yang diterimanya karena melanggar kodrat dengan memberikan informasi kepada roh. (Seluruh cerita selesai!)

Sabtu, 17 Juli 2010

Kisah Para Nabi Allah

Nabi Sulaiman As
Sulaiman (bahasa Arab:سليمان) (sekitar 975-935 SM)[1] merupakan anak Nabi Daud Sejak kecil lagi baginda telah menunjukkan kecerdasan dan ketajaman pikirannya. Ia diangkat menjadi nabi pada tahun 970 SM. Namanya disebutkan sebanyak 27 kali di dalam Al-Quran. Ia wafat di Rahbaam, Baitul Maqdis-Palestina. Pernah memutuskan perkara antara dua orang yang berselisih, yaitu antara pemilik kebun dan pemilik kambing
Genealogi
Sulaiman bin Daud bin Aisya bin Awid dari keturunan Yahuza bin Ya'qub.
Biografi
Raja segala makhluk
Allah SWT mengangkatnya sebagai nabi dan rasul. Setelah Sulaiman cukup umur dan ayahandanya wafat, Sulaiman diangkat menjadi raja di kerajaan Israil. Ia berkuasa tak hanya atas manusia, namun juga atas binatang dan makhluk halus seperti jin dan lain-lain. Baginda dapat memahami bahasa semua binatang
Istana Nabi Sulaiman sangat indah. Dibangun dengan gotong royong manusia, binatang, dan jin. Dindingnya terbuat dari batu pualam, tiang dan pintunya dari emas dan tembaga, atapnya dari perak, hiasan dan ukirannya dari mutiara dan intan, berlian, pasir di taman ditaburi mutiara, dan sebagainya.
Kisah Sulaiman dengan Jin dan Binatang
Nabi Sulaiman dianugerahkan Allah kebijaksanaan sejak remaja. Ia juga memiliki berbagai keistimewaan, termasuk mampu berbicara, memahami dan memberi arahan terhadap jin dan hewan sehingga semua makhluk itu mengikuti kehendaknya.
Allah berfirman: “Dan sesungguhnya Kami telah memberikan ilmu kepada Daud dan Sulaiman dan keduanya mengucapkan; segala puji bagi Allah yang melebihkan kami dan banyak hambanya yang beriman. Dan Sulaiman telah mewarisi Daud dan dia berkata; Wahai manusia, kami telah diberi pengertian tentang suara burung dan kami diberi segala sesuatu. Sesungguhnya semua ini benar-benar satu anugerah yang nyata.”
Kebijaksanaan Sulaiman dapat dilihat melalui berbagai peristiwa yang dilaluinya. Misalnya, beliau coba mengetengahkan ide kepada bapaknya, Nabi Daud a.s bagi menyelesaikan perselisihan antara dua pihak, yaitu antara pemilik kebun dan pemilik kambing.
Walaupun ketika itu usianya masih muda, pendapatnya bernas. Mulanya Nabi Daud memutuskan pemilik kambing supaya menyerahkan ternaknya kepada pemilik kebun sebagai ganti rugi disebabkan ternaknya memasuki dan merusakkan kebun itu. Sulaiman yang mendengar keputusan bapaknya menyelanya: “Wahai bapakku, menurut pandanganku, keputusan itu sepatutnya berbunyi; kepada pemilik tanaman yang telah musnah tanaman diserahkanlah kambingnya untuk dipelihara, diambil hasilnya dan dimanfaatkan bagi keperluannya. “Manakala tanamannya yang binasa itu diserahkan kepada pemilik kambing untuk dijaga sehingga kembali kepada keadaan asal. Kemudian masing-masing menerima kembali miliknya, sehingga dengan cara demikian masing-masing pihak tidak ada yang mendapat keuntungan atau menderita kerugian lebih daripada sepatutnya.” Pendapat yang dikemukakan Sulaiman disetujui kedua pihak. Malah khalayak ramai yang menyaksikan perbicaraan itu kagum dengan kebolehan beliau menyelesaikan perselisihan terbabit.
Bertitik tolak daripada peristiwa itu, kewibawaan Sulaiman semakin tersebar dan ia juga sebagai bibit permulaan kenabian Sulaiman. Melihat kecerdasan akal yang ditonjolkannya itu, Nabi Daud menaruh kepercayaan dengan mempersiapkannya sebagai pengganti dalam kerajaan Bani Israel. Namun, abangnya Absyalum tidak merelakan beliau melangkah lebih jauh dalam hiraki pemerintahan itu, malah mendakwa dia yang sepatutnya dilantik sebagai putera mahkota kerana Sulaiman masih muda dan tidak berpengalaman. Absyalum mau mendapatkan tahta itu dari bapak dan adiknya. Justru, dia mulai menunjukkan sikap baik terhadap rakyat, dengan segala masalah mereka ditangani sendiri dengan segera, membuatkan pengaruhnya semakin meluas.
Sampai satu ketika, Absyalum mengistiharkan dirinya sebagai raja, sekaligus merampas kekuasaan bapaknya sendiri. Tindakannya itu mengakibatkan huru-hara di kalangan Bani Israel. Melihatkan keadaan itu, Nabi Daud keluar dari Baitul Maqdis, menyeberangi Sungai Jordan menuju ke Bukit Zaitun. Tindakannya itu semata-mata mau mengelakkan pertumpahan darah, namun Absyalum dengan angkuh memasuki istana bapanya. Di Bukit Zaitun, Nabi Daud memohon petunjuk Allah supaya menyelamatkan kerajaan Bailtul Maqdis daripada dimusnahkan anaknya yang durhaka itu. Allah segera memberi petunjuk kepada Nabi Daud, yaitu memerangi Absyalum. Namun, sebelum memulai peperangan itu, Nabi Daud berpesan kepada tentaranya supaya tidak membunuh anaknya itu, malah jika boleh ditangkap hidup-hidup. Bagaimanapun, kuasa Allah melebihi segalanya dan ditakdirkan Absyalum mati juga kerana dia mau bertarung dengan tentara bapaknya.
Kemudian, Nabi Daud kembali ke Baitul Maqdis dan menghabiskan sisa hidupnya selama 40 tahun di istana itu sebelum melepaskan takhta kepada Sulaiman. Kewafatan Nabi Daud memberikan kuasa penuh kepada Nabi Sulaiman untuk memimpin Bani Israel berpandukan kebijaksanaan yang dianugerah Allah. Ia juga dapat menundukkan jin, angin dan burung, sehingga dapat disuruh melakukan apa saja, termasuk mendapatkan tembaga dari perut bumi untuk dijadikan perkakasan.
Firman Allah bermaksud: “Dan Kami (tundukkan) angin bagi Sulaiman yang perjalanannya pada waktu petang, sama dengan perjalanan sebulan dan Kami alirkan cairan tembaga baginya. Dan sebahagian daripada jin ada yang bekerja di hadapannya (di bawah kekuasaannya) dengan izin Tuhannya. Dan siapa yang menyimpan antara mereka daripada perintah Kami, Kami rasakan kepadanya azab neraka yang apinya menyala-nyala.”
Ratu Balqis tunduk kepada Sulaiman
Setelah membangunkan Baitul Muqaddis, Nabi Sulaiman menuju ke Yaman. Tiba di sana, disuruhnya burung hud-hud (sejenis pelatuk) mencari sumber air. Tetapi burung berkenaan tiada ketika dipanggil. Ketiadaan burung hud-hud menimbulkan kemarahan Sulaiman. Selepas itu burung hud-hud datang kepada Nabi Sulaiman dan berkata: "Aku telah terbang untuk mengintip dan terjumpa suatu yang sangat penting untuk diketahui oleh tuan..."
Firman Allah, bermaksud: "Maka tidak lama kemudian datanglah hud-hud, lalu ia berkata; aku telah mengetahui sesuatu, yang kamu belum mengetahuinya dan aku bawa kepadamu dari negeri Saba suatu berita penting yang diyakini.
"Sesungguhnya aku menjumpai seorang wanita yang memerintah mereka dan dia dianugerahi segala sesuatu serta mempunyai singgasana yang besar. Aku mendapati dia dan kaumnya menyembah matahari, selain Allah..."
Mendengar berita itu, Nabi Sulaiman mengutuskan surat mengandungi nasihat supaya menyembah Allah kepada Ratu Balqis. Surat itu dibawa burung hud-hud dan diterima sendiri Ratu Balqis. Selepas dibaca surat itu, Ratu Balqis menghantarkan utusan bersama hadiah kepada Sulaiman. Dalam al-Quran diceritakan: "Tatkala utusan itu sampai kepada Nabi Sulaiman, seraya berkata; apakah patut kamu menolong aku dengan harta?
"Sesungguhnya apa yang diberikan Allah kepadaku lebih baik daripada apa yang diberikannya kepadamu, tetapi kamu merasa bangga dengan hadiahmu.
"Kembalilah kepada mereka, sungguh kami akan mendatangi mereka dengan bala tentara yang mereka tidak mampu melawannya dan pasti kami akan mengusir mereka dari negeri itu (Saba) dengan terhina dan mereka menjadi tawanan yang tidak berharga."
Utusan itu kembali ke negeri Saba dan menceritakan pengalaman yang dialami di Yaman kepada Ratu Balqis, sehingga dia berhajat untuk berjumpa sendiri dengan Sulaiman. Keinginan Ratu Balqis untuk datang itu diketahui Nabi Sulaiman terlebih dulu. Beliau segera memerintahkan seluruh tentaranya yang terdiri dari manusia, haiwan dan jin untuk membuat persiapan bagi menyambut kedatangan Ratu Balqis. Nabi Sulaiman kemudian menitahkan untuk memindahkan singasana Ratu Balqis ke istana beliau. Adalah Ashif bin Barqoyya dari golongan manusia menyanggupi untuk melaksanakan titah tersebut dengan kecepatan angin. Ifrit dari golongan jin, menyanggupi untuk membawa singasana itu bahkan sebelum mata menutup ketika berkejap. Begitulah akhirnya singgasana Ratu Balqis dibawa oleh Ifrit ke dalam istana Nabi Sulaiman lebih cepat dari kejapan mata. Manakala Ratu Balqis tiba, ia ditanya oleh Sulaiman: "Seperti inikah singgahsanamu?" Dengan terperanjat, Ratu Balqis menjawab: "Ya, memang sama apa yang seperti singgahsanaku" Kemudian Ratu Balqis dipersilakan masuk ke istana Nabi Sulaiman. Namun, ketika berjalan di istana itu, sekali lagi Ratu Balqis terpedaya, karena menyangka lantai istana Sulaiman terbuat dari air, sehingga ia menyingkap kainnya.
Firman Allah yang bermaksud: Dikatakan kepadanya; masuklah ke dalam istana. Maka tatkala dia (Ratu Balqis) melihat lantai istana itu, dikiranya air yang besar dan disingkapkannya kedua betisnya.
Berkatalah Sulaiman; "sesungguhnya ia istana licin yang diperbuat daripada kaca". Berkatalah Balqis; "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku telah berbuat zalim terhadap diriku dan aku berserah diri bersama Sulaiman dan kepada Allah, Tuhan semesta alam."
Peristiwa itu menyebabkan Ratu Balqis berasa sangat aib dan menyadari kelemahannya, sehingga dia memohon ampun atas kesilapannya selama ini dan akhirnya dia diperisterikan oleh Nabi Sulaiman.
Kewafatan Baginda
Kisah Sulaiman dan tentaranya yang terdiri daripada manusia, hewan dan jin dalam menjalankan dakwah Allah terhadap Ratu Balqis. Kematian beliau berlainan dengan manusia biasa. Nabi Sulaiman wafat dalam keadaan duduk di kerusi, dengan memegang tongkat sambil mengawasi dan memperhatikan jin yang bekerja.
Firman Allah: "Tatkala Kami telah menetapkan kematian Sulaiman, tidak ada yang menunjukkan kepada mereka setelah kematiannya itu melainkan rayap yang memakan tongkatnya. Maka tatkala ia telah tersungkur, nyatalah bagi jin itu bahawa sekiranya mereka mengetahui yang ghaib tentulah mereka tidak akan tetap dalam seksa yang menghinakan."
 Taubat Nabi Seulaiman AS
Nabi Sulaiman adalah seorang yang banyak berperang. Beliau melakukan peperangan baik di darat maupun di laut. Suatu ketika beliau mendengar ada seorang raja di sebuah pulau di seberang lautan. Berangkatlah Sulaiman dengan berkendaraan angin disertai oleh bala tentaranya yang terdiri dari jin dan manusia. Setelah sampai, mereka pun turun dipulau tersebut, lalu membunuh rajanya dan menawan semua penduduknya dan memboyong seorang gadis yang kecantikannya dan keindahannya belum pernah beliau lihat. Dia adalah putri raja tersebut. Lalu Sulaiman memilihnya untuk dijadikan istri.
Nabi Sulaiman menemukan sesuatu yang tidak ia temukan pada yang lain dan kecintaan beliau kepadanya juga melebihi kepada semua istrinya.
Suatu hari Nabi Sulaiman masuk menemuinya, istrinya itu berkata, "Aku teringat pada ayahku, kerajannya dan peristiwa yang menimpanya,sehingga membuatku selalu sedih. Jika engkau berkenan sudilah kiranya memerintahkan sebagian setan untuk membuat patung ayahku dirumahku ini, agar aku dapat menatapnya pagi dan sore, dengan harapan akan menghilangkan kesedihanku dan menjadi terhibur kembali."
Maka Sulaiman memerintahkan Shakhr al-Madrid. Lalu ia membuat patung yang benar-benar pas dengan sosok ayahnya, hanya saja tidak bernyawa. Patung itu diletakkan pada salah satu sudut rumahnya. Sang istri lalu mendatangi patung itu kemudian menghiasinya dan mengenakan pakian padanya, hingga sama seperti keadaan ayahnya. Ketika Nabi Sulaiman pergi keluar rumah, sang istri segera mendatangi patung itu bersama para dayang dan kemudian menaburkan wewangian. Selanjutnya, sang
istri bersujud yang diikuti oleh dayang-dayangnya. Sulaiman as sendiri tidak mengetahui apa yang dilakukan istrinya, hingga hal itu berlangsung selama 40 hari.
Dan akhirnya kabar itu sampai kepada orang-orang dan didengar pula oleh Ashif bin Barkhaya, sahabat karib Nabi Sulaiman as. Ashif bin Barkhaya segera menghadap dan berkata, "Wahai Nabi Allah! Aku sungguh senang berada ditempat dimana aku dapat mengingat kembali para Nabi
Allah pada masa lalu dan memuji mereka sesuai dengan yang saya ketahui tentang mereka." Lalu Nabi Sulaiman mengumpulkan orang-orang.
Ashif bin Barkhaya pun lalu berdiri dihadapan mereka unutk menceritakan kisah para Nabi Allah, memuji setiap Nabi sesuai yang ia ketahui, dan menyebutkan pula karunia yang telah Alllah berikan
kepada mereka, hingga berakhir pada Nabi Sulaiman. Beliau menyebutkan karunia da keutamaan yang telah Allah limpahkan kepadanya pada masa kecil dan pada masa muda belianya, kemudian Ashif diam, tidak melanjutkan ceritanya. Hal itu membuat Nabi Sulaiman murka.
Beliau segera masuk ke ruangannnya dan mengutus seseorang untuk membawa Ashif menghadapnya. Beliau berkata, "Wahai Ashif! Engkau telah sebutkan kisah para Nabi Allah dan memuji mereka sesuai dengan yang mereka lakukan pada zamannya secara keseluruhan. Akan tetapi
ketika engkau menceritakan kisahku, kau hanya memujiku dengan kebaikan dimasa kecilku dan meninggalkan kisahku saat aku usia lanjut. Apa sebenarnya yang telah kulakukan di usia lanjutku ini?"
Ashif menjawab, "Engkau telah melakukan sesuatu yang baru, yakni selain Allah ada yang disembah di dalam rumahmu sejak 40 hari yang lalu dibawah pimpinan seorang wanita." Nabi Sulaiman berkata, "Dirumahku?" "Ya dirumahmu," jawab Ashif. Nabi Sulaiman mengucap. "Inna lillahi wa inna ilaihi rajiun!" Sekarang aku tahu, tidaklah engkau mengatakan sesuatu kecuali bersumber dari sesuatu yang telah disampaikan kepadamu."
Kemudian beliau pulang dan menghancurkan patung itu, serta menghukum sang istri dan dayang-dayang yang mengikutinya. Lalu beliau meminta
agar diambilkan pakaian yang bersih untuk dikenakannya, dan keluar menuju sebuah tanah lapang. Di atas hamparan debu beliau menghadap Allah SWT bertobat, dan memohon ampun. Beliau duduk bersimpuh diatas hamparan debu itu merendahkan diri sambil menangis serta memohon
ampun kepada Allah dengan berkata, "Wahai Tuhanku! Cobaan apa ini
yang telah engkau timpakan kepada keluarga Daud as, dimana mereka
menyembah selain Engkau? Di rumah mereka bersama keluarganya telah
disembah selain Engkau!"
Nabi Sulaiman tetap bertahan dengan apa yang telah dilakukannya itu
hingga menjelang sore, setelah itu barulah beliau pulang ke rumah.
Pada saat itu belia mempunyai seorang dayang yang bernama Aminah.
Apabila Nabi Sulaiman hendak buang air besar atau menunaikan hajatnya
dengan salah seorang istrinya, ia selalu menitipkan cincinnya kepada
Aminah. Ia tidak mau menyentuh cincin itu kecuali dalam keadaan suci.
Allah telah menjadikan kekuatan kerajannya pada cincin tersebut. Pada
suatu hari ia hendak berwudu, maka ia menyerahkan cincin itu kepada
Aminah.
Tiba-tiba datanglah Shakhr al-Madrid mendahului Sulaiman as masuk
ketempat wudu. Nabi Sulaiman sendiri masuk ke kamar kecil untuk buang
air. Lalu keluarlah setan (Shakhr al-Madrid) dalam bentuk rupa Sulaiman, mengibas-ngibaskan jenggotnya dari air wudu. Sedikit pun tidak ada yang menduga bila dia bukan Nabi Sulaiman. Kemudian dia
berkata, "Mana cincinku, Aminah!" Aminah segera memberikannya dan sama sekali tidak menduga bahwa itu bukanlah Sulaiman as. Lalu ia kenakan cincin itu di tangannya dan segera pergi menuju singgasana Nabi Sulaiman as. Di atas singgasana tersebut, dia dikelilingi oleh
sekawanan burung, jin, dan manusia. Keluarlah Nabi Sulaiman dan berkata kepada Aminah, "Mana cincinku?" Aminah bertanya, "Siapakah engkau ini?" "Aku ini Sulaiman bin Daud," jawab Sulaiman. Saat itu Nabi Sulaiman sudah berbah dari keadaan semula dan hilang pula
kewibawaannya. Aminah berkata, "Kau dusta! Sesungguhnya Sulaiman
telah mengambil cincinnya dan dia sekarang sedang duduk di singgasana
kerajaannya." Maka tahulah Sulaiman bahwa dia telah melakukan kesalahan.
Kemudian pergilah Nabi Sulaiman as meninggalkan istananya karena khawatir akan dirinya, hanya dengan mengenakan sehelai baju dan kain sarung beliau pergi tanpa peduli tidak memakai alas kaki dan songkok.
Akhirnya beliau melewati sebuah rumah di pinggir jalan pada saat merasakan kepayahan karena lapar,dahaga, dan kepanasan. Beliau mendatangi rumah itu dan mengetuk pintunya. Maka keluarlah seorang perempuan dan berkata, "Ada perlu apa?" "Aku mau bertamu sebentar,"
jawab belia. "Engkau saksikan sendiri aku sedang kepanasan. Kedua kakiku terbakar dan aku sangat kelaparan dan kehausan," kata Nabi Sulaiman lagi. Wanita itu berkata, "Suamiku sedang tidak ada di
rumah, dan aku tidak bisa menerima tamu laki-laki asing. Pergilah kekebun, di sana ada air dan buah-buahan. Engkau boleh memakan buah-buahannya dan mandi, mendinginkan badan. Nanti apabila suamiku telah datang aku akan meminta izinnya menerimamu sebagai tamu. Bila suamiku mengizinkannya engkau boleh bertamu dan jika tidak toh engkau telah
mendapatkan rezeki dari Allah [makanan dan minuman] dan engkau boleh
pergi."
Nabi Sulaiman pun masuk ke kebun lalu mandi. Setelah mandi beliau merendahkan dirinya hingga tertidur. Namun ada lalat
yang mengganggunya. Tiba-tiba datanglah seekor ular hitam mengambil sebatang ranting pohon raihanah (kayu yang wangi) dari kebun itu dengan mulutnya mendekati Sulaiman, lalu mengusir lalat itu
dengannya. Hal itu terus dilakukan hingga datanglah suami wanita itu.
Sang istri pun bercerita tentang perihal tamu asing itu. Si suami segera menemui Sulaiman. Ketika melihat seekor ular dan apa yang sedang dilakukannya, segera ia memanggil istrinya dan berkata, "Kemarilah, lihatlah keajaiban ini!" Lalu sang istri turut menyaksikannya. Kemudain keduanya berjalan mendekati Sulaiman dan membangunkannya. Setelah itu keduanya berkata, "Wahai pemuda! Ini
adalah rumah kami. Kami tidak akan melakukan sesuatu pun yang memberatkanmu. Dan ini putriku, akan kujodohkan denganmu." Putrinya
itu adalah wanita tercantik dizamannya. Akhirnya Sulaiman menikahinya
dan tinggal bersama mereka selama tiga hari. Kemudian ia berkata, "Aku harus mencari pekerjaan demi kehidupanku dan istriku."
Berangkatlah Nabi Sulaiman untuk menemui orang-orang yang biasa
berburu. Belia berkata kepada mereka, "Apakah engkau semua masih
membutuhkan seseorang untuk membantu kalian, sehingga dari hasil buruan anda dapat memberikan sedikit upah kepadanya. Setiap orang akan Allah bagikan rezekinya masing-masing?" Mereka berkata, "Kami sudah tidak berburu lagi. Kami juga tidak mempunyai sesuatu yang bisa kami berikan kepadamu." Kemudain beliau pergi menemui yang lainnya.
Beliau berkata kepada mereka seperti perkataannya yang semula. Maka
mereka menjawab, "Ya, dengan senang hati kami akan membantumu dengan
apa yang ada pada kami."
Nabi Sulaiman tinggal bersama mereka dan setiap malam beliau datang menemui istrinya dengan membawa hasil buruan. Hingga akhirnya orang-orang mengingkari keputusan pengadilan Sulaiman [palsu] dan tindakannya. Ketika si jahat (Shakhr al-Madrid) mengetahui bahwa semua orang telah mengenalinya, dia pun pergi ,meninggalkan istana dan
membuang cincin itu ka laut. Shakhr al-Madrid telah mengenakan cincin itu selama 40 hari.
Diceritakan bahwasanya dia telah menduduki kursi Nabi Sulaiman as dan
dikelilingi oleh jin,mnusia, dan setan-setan. Dia telah menguasai segala sesuatu yang telah dimiliki Nabi Sulaiman as, kecuali istri-istinya yang tidak ia kuasai. Sementara Sulaiman as meminta-minta,
mengetuk pintu dari rumah ke rumah. Dan pernah beliu mendatangi suatu rumah, di depan pintu, dihadapan sepasang suami istri, beliau berkata, "Berilah aku makanan, aku adalah Sulaiman bin Daud." Mereka
malah mengusirnya seraya berkata, "Apa yang membuatmu berdusta atas
nama Sulaiman?" Padahal beliau kini sedang duduk di singgasana
kerajaannya. Demikianlah seterusnya, hingga beliau kepayahan dan
benar-benar menderita dimana cobaan semakin berat. Ketika telah genap
40 hari, Ashif berkata, "Wahai orang-orang Bani Israil! Apakah kalian dapat merasakan kebijaksanaan yang telah dilakukan oleh putra Daud, seperti yang kurasakan?" Mereka menjawab, "Ya." Ketika Sakhr al_madrid mengetahui hal itu, ia segera pergi dan melemparkan cincin
tersebut ke laut. Cincin itu disambut oleh seekor ikan dan ditelannya. Ikan itu lalu merasakan seolah-olah perutnya terbakar
karena pancaran cincin itu. Kemudian ikan itu terbawa arus air dan terperangkap pada jaring para pelaut, termasuk Nabi Sulaiman as. Pada sore harinya mereka membagi-bagi ikan. Nabi Sulaiman mendapatkan
bagian yang menelan cincin itu.
Beliau segera pulang menemui istrinya, dan menyuruhnya memasak ikan itu. Tatkala sang istri membelah perut ikan itu, seketika rumah menjadi terang karena pancaran cahaya cincinnya. Si istri segera
memanggil Sulaiman dan memperlihatkan cincin tersebut. Lalu Sulaiman mengenakan cincinnya itu dan langsung bersujud kepada Allah seraya berkata, "Tuhanku! Hanya untuk-Mu lah segala puji atas berlalunya
cobaan-Mu dan kebaikan-Mu atas keluarga Daud. Tuhanku! Engkau telah memberikan beberapa nikmat kepada mereka (keluarga Daud) dan Engkau juga telah mewariskan kepada mereka al-Kitab, dan kenabian. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Tuhanku! Engkau telah berbuat murah kepada yang besar dan mengasihi terhadap yang kecil. Hanya untuk-Mu lah
segala puji. Nikmat-Mu telah muncul dan tidak akan samar lagi. Nikmat itu begitu banyak sehingga tidak dapat dihitung. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Tuhanku! Engkau tidak membiarkan aku karena kesalahanku. Hanya untuk-Mu lah segala puji. Engkau tidak menghinakan aku dengan sebab kesalahanku. Hanya engkaulah yang berhak dipuji. Tuhanku!
Sempurnakanlah nikmat-Mu kepadaku, ampunilah kesalah-kesalahanku yang
telah lalu, dan berikanlah aku kerajaan yang tidak mungkin dimiliki orang sesudahku. Inilah yang dimaksud dalam firman Allah SWT, "Sesungguhnya kami telah menguji Sulaiman dan kami jadikan [dia] tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh [yang lemah karena sakit]
kemudian dia bertobat." (QS. Shad: 34)
Diriwayatkan oleh Ikrimah bahwa ketika Sulaiman telah mendapatkan kembali kerajaannya, maka beliau memerintahkan agar membawa semua penghuni rumah itu dan mempersilakan mereka duduk ditengah-tengah kerajaannya. Ia tidak pernah mendapatkan wanita itu sebelum Allah mengembalikan kerajaan kepadanya.
**) Para ulama menyatakan bahwa cerita tentang kisah cincin dan penyembahan patung dirumah Sulaiman as adalah sebagian dari kebohongan-kebohongan ahlul kitab. Oleh karenanya al-Hafizh Ibn
Katsir mengatakan di dalam tafsirnya, "Kisah ini telah diceritakan
secara panjang lebar oleh sekelompok salaf (terdahulu), seperti:
Sa'id bin al-Musayyab, Zaid bin Aslam, dan kelompok lain. Dan semuanya diambil dari cerita-cerita ahlulkitab.

Sabtu, 03 Juli 2010

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Masa Bakti 2004 -

 Jend. TNI (Purn.) Dr. H. Susilo Bambang Yudhoyono (lahir di Tremas, Arjosari, Pacitan, Jawa Timur, Indonesia, 9 September 1949; umur 60 tahun) adalah Presiden Indonesia ke-6 yang menjabat sejak 20 Oktober 2004. Ia, bersama Wakil Presiden Muhammad Jusuf Kalla, terpilih dalam Pemilu Presiden 2004. Ia berhasil melanjutkan pemerintahannya untuk periode kedua dengan kembali memenangkan Pemilu Presiden 2009, kali ini bersama Wakil Presiden Boediono. Sehingga, sejak era reformasi dimulai, Susilo Bambang Yudhoyono merupakan Presiden Indonesia pertama yang menyelesaikan masa kepresidenan selama 5 tahun dan berhasil terpilih kembali untuk periode kedua.
Yudhoyono yang dipanggil "Sus" oleh orang tuanya dan populer dengan panggilan "SBY", melewatkan sebagian masa kecil dan remajanya di Pacitan. Ia merupakan seorang pensiunan militer. Selama di militer ia lebih dikenal sebagai Bambang Yudhoyono. Karier militernya terhenti ketika ia diangkat Presiden Abdurrahman Wahid sebagai Menteri Pertambangan dan Energi pada tahun 1999 dan tampil sebagai salah seorang pendiri Partai Demokrat. Pangkat terakhir Susilo Bambang Yudhoyono adalah Jenderal TNI sebelum pensiun pada 25 September 2000. Pada Pemilu Presiden 2004, keunggulan suaranya dari Presiden Megawati Soekarnoputri membuatnya menjadi presiden pertama yang terpilih melalui pemilihan langsung oleh rakyat Indonesia. Hal ini dimungkinkan setelah melalui amandemen UUD 1945.
Dalam kehidupan pribadinya, Ia menikah dengan Kristiani Herrawati yang merupakan anak perempuan ketiga Jenderal (Purn) Sarwo Edhi Wibowo (alm), komandan RPKAD (kini Kopassus) yang turut membantu menumpas Partai Komunis Indonesia (PKI) pada tahun 1965.
Latar belakang dan keluarga
Ia lahir di Kabupaten Pacitan, Jawa Timur pada 9 September 1949 dari anak pasangan Raden Soekotjo dan Siti Habibah. Dari ayahnya, silsilahnya dapat dilacak hingga Pangeran Buwono Keling dari Kerajaan Majapahit dengan RM. Kustilah yang merupakan keturunan Gusti Bandoro Ayu (putri Sri Sultan Hamengkubuwono III.Seperti ayahnya;, ia pun berkecimpung di dunia kemiliteran. Selain tinggal di kediaman keluarga di Bogor (Jawa Barat), SBY juga tinggal di Istana Merdeka, Jakarta. Susilo Bambang Yudhoyono menikah dengan Kristiani Herawati yang adalah anak perempuan ketiga Jenderal (Purnawirawan) Sarwo Edhi Wibowo (alm). Komandan militer Jenderal Sarwo Edhi Wibowo turut membantu menumpas PKI (Partai Komunis Indonesia) pada tahun 1965. Dari pernikahan mereka lahir dua anak lelaki, yaitu Agus Harimurti Yudhoyono (lahir 1979) dan Edhie Baskoro Yudhoyono (lahir 1982).
Agus adalah lulusan dari SMA Taruna Nusantara tahun 1997 dan Akademi Militer Indonesia tahun 2000. Seperti ayahnya, ia juga mendapatkan penghargaan Adhi Mekayasa dan seorang prajurit dengan pangkat Letnan Satu TNI Angkatan Darat yang bertugas di sebuah batalion infantri di Bandung, Jawa Barat. Agus menikahi Anissa Larasati Pohan, seorang aktris yang juga anak dari mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia. Sejak pertengahan 2005, Agus menjalani pendidikan untuk gelar master-nya di Strategic Studies at Institute of Defense and Strategic Studies, Singapura. Anak yang bungsu, Edhie Baskoro lulus dengan gelar ganda dalam Financial Commerce dan Electrical Commerce tahun 2005 dari Curtin University of Technology di Perth, Australia Barat.
 Pendidikan
1.Akademi Angkatan Bersenjata RI (Akabri) tahun 19732.American Language Course, Lackland, Texas AS, 1976
3.Airbone and Ranger Course, Fort Benning , AS, 1976
4.Infantry Officer Advanced Course, Fort Benning, AS, 1982-1983
4.On the job training di 82-nd Airbone Division, Fort Bragg, AS, 1983
5.Jungle Warfare School, Panama, 1983
6.Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman, 1984
7.Kursus Komando Batalyon, 1985
8.Sekolah Komando Angkatan Darat, 1988-1989
9.Command and General Staff College, Fort Leavenworth, Kansas, AS
10.Master of Art (MA) dari Management Webster University, Missouri, AS
11.Doktor dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB), tahun 2004
Karier militer
Tahun 1973, ia lulus dari Akademi Militer Indonesia (Akabri: Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dengan penghargaan Adhi Makayasa sebagai murid lulusan terbaik dan Tri Sakti Wiratama yang merupakan prestasi tertinggi gabungan mental, fisik, dan intelek. Periode 1974-1976, ia memulai karier di Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad. Pada tahun 1976, ia belajar di Airborne School dan US Army Rangers, American Language Course (Lackland-Texas), Airbone and Ranger Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Kariernya berlanjut pada periode 1976-1977 di Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad, Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977), Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978, Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981, Paban Muda Sops SUAD (1981-1982. Periode 1982-1984, ia belajar di Infantry Officer Advanced Course (Fort Benning) Amerika Serikat.
Tahun 1983, ia belajar pada On the job training in 82-nd Airbone Division (Fort Bragg) Amerika Serikat, Jungle Warfare School (Panama, Kursus Senjata Antitank di Belgia dan Jerman pada tahun 1984, Kursus Komando Batalyon (1985) dan meniti karier di Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985), Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988), dan Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988).
Periode 1988-1989, ia belajar di Sekolah Komando Angkatan Darat dan melanjutkan ke US Command and General Staff College pada tahun 1991. Periode (1989-1993), ia bekerja sebagai Dosen Seskoad Korspri Pangab, Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994, Asops Kodam Jaya (1994-1995) dan Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995) serta Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (1995-1996). Pada tahun 1997, ia diangkat sebagai Kepala Staf Teritorial TNI. Ia pensiun dari kemiliteran pada 1 April 2001 oleh karena pengangkatannya sebagai menteri.
Lulusan Command and General Staff College (Fort Leavenwort) Kansas Amerika Serikat dan Master of Art (MA) dari Management Webster University Missouri ini juga meniti karier di Kasdam Jaya (1996), dan Pangdam II/Sriwijaya sekaligus Ketua Bakorstanasda. Karier militernya terhenti sebagai Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI) dengan pangkat Letnan Jenderal.
Karier politik
Tampil sebagai juru bicara Fraksi ABRI menjelang Sidang Umum MPR 1998 yang dilaksanakan pada 9 Maret 1998 dan Ketua Fraksi ABRI MPR dalam Sidang Istimewa MPR 1998. Pada 29 Oktober 1999, ia diangkat sebagai Menteri Pertambangan dan Energi di pemerintahan pimpinan Presiden Abdurrahman Wahid. Setahun kemudian, tepatnya 26 Oktober 1999, ia dilantik sebagai Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) sebagai konsekuensi penyusunan kembali kabinet Abdurrahman Wahid.Dengan keluarnya Maklumat Presiden pada 28 Mei 2001 pukul 12.00 WIB, Menko Polsoskam ditugaskan untuk mengambil langkah-langkah khusus mengatasi krisis, menegakkan ketertiban, keamanan, dan hukum secepat-cepatnya lantaran situasi politik darurat yang dihadapi pimpinan pemerintahan. Saat itu, Menko Polsoskam sebagai pemegang mandat menerjemahkan situasi politik darurat tidak sama dengan keadaan darurat sebagaimana yang ada dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 1959.
Belum genap satu tahun menjabat Menko Polsoskam atau lima hari setelah memegang mandat, ia didesak mundur pada 1 Juni 2001 oleh pemberi mandat karena ketegangan politik antara Presiden Abdurrahman Wahid dan DPR. Jabatan pengganti sebagai Menteri Dalam Negeri atau Menteri Perhubungan yang ditawarkan presiden tidak pernah diterimanya.
Kabinet Gotong Royong pimpinan Presiden Megawati Soekarnoputri melantiknya sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan (Menko Polkam) pada 10 Agustus 2001. Merasa tidak dipercaya lagi oleh presiden, jabatan Menko Polkam ditinggalkannya pada 11 Maret 2004. Berdirinya Partai Demokrat pada 9 September 2002 menguatkan namanya untuk mencapai kerier politik puncak. Ketika Partai Demokrat dideklarasikan pada 17 Oktober 2002, namanya dicalonkan menjadi presiden dalam pemilu presiden 2004.
Setelah mengundurkan diri dari jabatan Menko Polkam dan sejalan dengan masa kampanye pemilu legislatif 2004, ia secara resmi berada dalam koridor Partai Demokrat. Keberadaannya dalam Partai Demokrat menuai sukses dalam pemilu legislatif dengan meraih 7,45 persen suara. Pada 10 Mei 2004, tiga partai politik yaitu Partai Demokrat, Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia, dan Partai Bulan Bintang secara resmi mencalonkannya sebagai presiden dan berpasangan dengan kandidat wakil presiden Jusuf Kalla.
Ringkasan karier
1.Dan Tonpan Yonif Linud 330 Kostrad (1974-1976)
2.Dan Tonpan Yonif 305 Kostrad (1976-1977)
3.Dan Tn Mo 81 Yonif Linud 330 Kostrad (1977)
4.Pasi-2/Ops Mabrigif Linud 17 Kujang I Kostrad (1977-1978)
5.Dan Kipan Yonif Linud 330 Kostrad (1979-1981)
6.Paban Muda Sops SUAD (1981-1982)
7.Komandan Sekolah Pelatih Infanteri (1983-1985)
8.Dan Yonif 744 Dam IX/Udayana (1986-1988)
9.Paban Madyalat Sops Dam IX/Udayana (1988)
10.Dosen Seskoad (1989-1992)
11.Korspri Pangab (1993)
12.Dan Brigif Linud 17 Kujang 1 Kostrad (1993-1994)
13.Asops Kodam Jaya (1994-1995)
14.Danrem 072/Pamungkas Kodam IV/Diponegoro (1995)
15.Chief Military Observer United Nation Peace Forces (UNPF) di Bosnia-Herzegovina (sejak awal November 1995)
16.Kasdam Jaya (1996-hanya lima bulan)
17.Pangdam II/Sriwijaya (1996-) sekaligus Ketua Bakorstanasda
18.Ketua Fraksi ABRI MPR (Sidang Istimewa MPR 1998)
19.Kepala Staf Teritorial (Kaster ABRI (1998-1999)
20.Mentamben (sejak 26 Oktober 1999)
21.Menko Polsoskam (Pemerintahan Presiden KH Abdurrahman Wahid)
22.Menko Polkam (Pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri) mengundurkan diri 11 Maret 2004
23.Presiden Republik Indonesia (2004-Sedang Menjabat)
Penugasan
Operasi Timor Timur (1979-1980), dan 1986-1988
Jenderal TNI (Purnawirawan) Susilo Bambang Yudhoyono yang pernah ditugaskan dalam sebuah operasi di Timor-Timur pada periode 1979-1980 dan 1986-1988 ini meraih gelar doktor (PhD) dalam bidang Ekonomi Pertanian dari Institut Pertanian Bogor (IPB) pada 3 Oktober 2004. Pada 15 Desember 2005, ia menerima gelar doktor kehormatan di bidang ilmu politik dari Universitas Thammasat Bangkok (Thailand)[1]. Dalam pidato pemberian gelar, ia menegaskan bahwa politik merupakan seni untuk perubahan dan transformasi dalam sebuah negara demokrasi yang damai. Ia tidak yakin sepenuhnya kalau politik itu adalah ilmu
Penghargaan
1.Tri Sakti Wiratama (Prestasi Tertinggi Gabungan Mental Fisik, dan Intelek), 1973
2.Adhi Makayasa (lulusan terbaik Akabri 1973)
3.Satya Lencana Seroja, 1976
4.Honor Graduate IOAC, USA, 1983
5.Satya Lencana Dwija Sista, 1985
6.Lulusan terbaik Seskoad Susreg XXVI, 1989
7.Dosen Terbaik Seskoad, 1989
8.Satya Lencana Santi Dharma, 1996
9.Satya Lencana United Nations Peacekeeping Force (UNPF), 1996
10.Satya Lencana United Nations Transitional Authority in Eastern Slavonia, Baranja, and Western Sirmium (UNTAES), 1996
11.Bintang Kartika Eka Paksi Nararya, 1998
12.Bintang Yudha Dharma Nararya, 1998
13.Wing Penerbang TNI-AU, 1998
14.Wing Kapal Selam TNI-AL, 1998
15.Bintang Kartika Eka Paksi Pratama, 1999
16.Bintang Yudha Dharma Pratama, 1999
17.Bintang Dharma, 1999
18.Bintang Maha Putera Utama, 1999
19.Tokoh Berbahasa Lisan Terbaik, 2003
20.Bintang Asia (Star of Asia), 2005, oleh BusinessWeek
21.Bintang Kehormatan Darjah Kerabat Laila Utama, 2006, oleh Sultan Brunei
22.Doktor Honoris Causa, 2006, oleh Universitas Keio
23.Darjah Utama Seri Mahkota, 2008, oleh Yang DiPertuan Agong Tuanku Mizan Zainal Abidin
24.100 tokoh Berpengaruh Dunia 2009 kategori Pemimpin & Revolusioner Majalah TIME, 2009, oleh TIME
Susilo Bambang Yudhoyono juga pernah dicalonkan untuk menjadi penerima penghargaan Nobel perdamaian 2006 bersama dengan Gerakan Aceh Merdeka dan Martti Ahtisaari atas inisiatif mereka untuk perdamaian di Aceh.
Masa kepresidenan
MPR periode 1999-2004 mengamandemen Undang-Undang Dasar 1945 UUD 1945 sehingga memungkinkan presiden dan wakil presiden dipilih secara langsung oleh rakyat. Pemilu presiden dua tahap kemudian dimenanginya dengan 60,9 persen suara pemilih dan terpilih sebagai presiden. Dia kemudian dicatat sebagai presiden terpilih pertama pilihan rakyat dan tampil sebagai presiden Indonesia keenam setelah dilantik pada 20 Oktober 2004 bersama Wakil Presiden Jusuf Kalla. Ia unggul dari pasangan Presiden Megawati Soekarnoputri-Hasyim Muzadi pada pemilu 2004.Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (KKN) sebagai prioritas penting dalam kepemimpinannya selain kasus terorisme global. Penanggulangan bahaya narkoba, perjudian, dan perdagangan manusia juga sebagai beban berat yang membutuhkan kerja keras bersama pimpinan dan rakyat.
Di masa jabatannya, Indonesia mengalami sejumlah bencana alam seperti gelombang tsunami, gempa bumi, dll. Semua ini merupakan tantangan tambahan bagi Presiden yang masih bergelut dengan upaya memulihkan kehidupan ekonomi negara dan kesejahteraan rakyat.
Susilo Bambang Yudhoyono juga membentuk UKP3R, sebuah lembaga kepresidenan yang diketuai oleh Marsilam Simandjuntak pada 26 Oktober 2006.[2] Lembaga ini pada awal pembentukannya mendapat tentangan dari Partai Golkar seiring dengan isu tidak dilibatkannya Wakil Presiden Jusuf Kalla dalam pembentukannya serta isu dibentuknya UKP3R untuk memangkas kewenangan Wakil Presiden, tetapi akhirnya diterima setelah SBY sendiri menjelaskannya dalam sebuah keterangan pers.[1]
Layanan SMS Presiden
Sekitar bulan Juni 2005, Presiden SBY memulai layanan pesan singkat (SMS) ke nomor telepon selulernya di 0811109949 namun esok harinya terjadi gangguan teknis karena banyaknya SMS yang masuk dan sekarang diganti cukup dengan SMS ke 9949 setelah itu SMS akan dipilih dan disampaikan ke presiden. Nomor 9949 adalah tanggal lahir beliau (9 September 1949).
Tanggal 28 Juni 2005, Presiden SBY mengirimkan SMS kepada masyarakat dengan nama pengirim Presiden RI yang berisi tentang pencegahan narkoba.[3] Kebenaran SMS ini sudah dikonfirmasikan dan juru bicara Presiden menyatakan berbagai SMS akan menyusul.
Presiden Megawati Soekarnoputri
Masa Bakti 2001 -- 2004
Diah Permata Megawati Setiawati Soekarnoputri atau umum dikenal sebagai Megawati Soekarnoputri (lahir di Yogyakarta, 23 Januari 1947; umur 63 tahun) adalah Presiden Indonesia yang kelima yang menjabat sejak 23 Juli 2001 – 20 Oktober 2004. Ia merupakan presiden wanita Indonesia pertama dan anak presiden Indonesia pertama yang mengikuti jejak ayahnya menjadi presiden. Pada 20 September 2004, ia kalah oleh Susilo Bambang Yudhoyono dalam tahap kedua pemilu presiden 2004.Ia menjadi presiden setelah MPR mengadakan Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Sidang Istimewa MPR diadakan dalam menanggapi langkah Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) yang membekukan lembaga MPR/DPR dan Partai Golkar. Ia dilantik pada 23 Juli 2001. Sebelumnya dari tahun 1999-2001, ia menjabat Wakil Presiden di bawah Gus Dur.
Megawati juga merupakan ketua umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) sejak memisahkan diri dari Partai Demokrasi Indonesia pada tahun 1999.
 Kehidupan awal
 Megawati adalah anak kedua Presiden Soekarno yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Ibunya Fatmawati kelahiran Bengkulu di mana Sukarno dahulu diasingkan pada masa penjajahan belanda. Megawati dibesarkan dalam suasana kemewahan di Istana Merdeka.
Dia pernah menuntut ilmu di Universitas Padjadjaran di Bandung (tidak sampai lulus) dalam bidang pertanian, selain juga pernah mengenyam pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (tetapi tidak sampai lulus).
Karir politik Mega yang penuh liku seakan sejalan dengan garis kehidupan rumah tangganya yang pernah mengalami kegagalan. Suami pertamanya, seorang pilot AURI, tewas dalam kecelakaan pesawat di laut sekitar Biak, Irian Jaya. Waktu itu usia Mega masih awal dua puluhan dengan dua anak yang masih kecil. Namun, ia menjalin kasih kembali dengan seorang pria asal Mesir, tetapi pernikahannya tak berlangsung lama. Kebahagiaan dan kedamaian hidup rumah tangganya baru dirasakan setelah ia menikah dengan Moh. Taufiq Kiemas, rekannya sesama aktivis di GMNI dulu, yang juga menjadi salah seorang penggerak PDIP.
Karir Politik
Jejak politik sang ayah berpengaruh kuat pada Megawati. Karena sejak mahasiswa, saat kuliah di Fakultas Pertanian Universitas Pajajaran, ia pun aktif di GMNI (Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia).1986
Tahun 1986 ia mulai masuk ke dunia politik, sebagai wakil ketua PDI Cabang Jakarta Pusat. Karir politiknya terbilang melesat. Mega hanya butuh waktu satu tahun menjadi anggota DPR RI.
Tahun 1993
Dalam Kongres Luar Biasa PDI yang diselenggarakan di Surabaya 1993, Megawati terpilih secara aklamasi sebagai Ketua Umum PDI.
Tahun 1996
Namun, pemerintah tidak puas dengan terpilihnya Mega sebagai Ketua Umum PDI. Mega pun didongkel dalam Kongres PDI di Medan pada tahun 1996, yang memilih Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI.
Mega tidak menerima pendongkelan dirinya dan tidak mengakui Kongres Medan. Ia masih merasa sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Kantor dan perlengkapannya pun dikuasai oleh pihak Mega. Pihak Mega tidak mau surut satu langkah pun. Mereka tetap berusaha mempertahankan kantor DPP PDI. Namun, Soerjadi yang didukung pemerintah memberi ancaman akan merebut secara paksa kantor DPP PDI yang terletak di Jalan Diponegoro.
Ancaman Soerjadi kemudian menjadi kenyataan. Tanggal 27 Juli 1996 kelompok Soerjadi benar-benar merebut kantor DPP PDI dari pendukung Mega. Aksi penyerangan yang menyebabkan puluhan pendukung Mega meninggal itu, berbuntut pada kerusuhan massal di Jakarta yang dikenal dengan nama Peristiwa 27 Juli. Kerusuhan itu pula yang membuat beberapa aktivis mendekam di penjara.
Peristiwa penyerangan kantor DPP PDI tidak menyurutkan langkah Mega. Malah, ia makin mantap mengibarkan perlawanan. Ia memilih jalur hukum, walaupun kemudian kandas di pengadilan. Mega tetap tidak berhenti. Tak pelak, PDI pun terbalah dua: PDI di bawah Soerjadi dan PDI pimpinan Mega. Pemerintah mengakui Soerjadi sebagai Ketua Umum PDI yang sah. Namun, massa PDI lebih berpihak pada Mega.
1997
Keberpihakan massa PDI kepada Mega makin terlihat pada pemilu 1997. Perolehan suara PDI di bawah Soerjadi merosot tajam. Sebagian massa Mega berpihak ke Partai Persatuan Pembangunan, yang kemudian melahirkan istilah "Mega Bintang". Mega sendiri memilih golput saat itu.
Tahun1999
Wakil Presiden RI Megawati Soekarnoputri (1999-2001)
Pemilu 1999, PDI Mega yang berubah nama menjadi PDI Perjuangan berhasil memenangkan pemilu. Meski bukan menang telak, tetapi ia berhasil meraih lebih dari tiga puluh persen suara. Massa pendukungnya, memaksa supaya Mega menjadi presiden. Mereka mengancam, kalau Mega tidak jadi presiden akan terjadi revolusi.
Namun alur yang berkembang dalam Sidang Umum 1999 mengatakan lain: memilih KH Abdurrahman Wahid sebagai Presiden. Ia kalah tipis dalam voting pemilihan Presiden: 373 banding 313 suara.
Tahun 2001
Namun, waktu juga yang berpihak kepada Megawati Sukarnoputri. Ia tidak harus menunggu lima tahun untuk menggantikan posisi Presiden Abdurrahman Wahid, setelah Sidang Umum 1999 menggagalkannya menjadi Presiden. Sidang Istimewa MPR, Senin (23/7/2001), telah menaikkan statusnya menjadi Presiden, setelah Presiden Abdurrahman Wahid dicabut mandatnya oleh MPR RI.
Tahun 2004
Masa pemerintahan Megawati ditandai dengan semakin menguatnya konsolidasi demokrasi di Indonesia, dalam masa pemerintahannyalah, pemilihan umum presiden secara langsung dilaksanakan dan secara umum dianggap merupakan salah satu keberhasilan proses demokratisasi di Indonesia. Ia mengalami kekalahan (40% - 60%) dalam pemilihan umum presiden 2004 tersebut dan harus menyerahkan tonggak kepresidenan kepada Susilo Bambang Yudhoyono mantan Menteri Koordinator pada masa pemerintahannya.
Perjalanan karier
1.Anggota Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (Bandung), (1965)2.Anggota DPR-RI, (1993)
3.Anggota Fraksi DPI Komisi IV
4.Ketua DPC PDI Jakarta Pusat, Anggota FPDI DPR-RI, (1987-1997)
5.Ketua Umum PDI versi
6.Munas Kemang (1993-sekarang) PDI yang dipimpinnya berganti nama menjadi PDI Perjuangan pada 1999- sekarang
7.Wakil Presiden Republik Indonesia, (Oktober 1999-23 Juli 2001)
8.Presiden Republik Indonesia ke-5, (23 Juli 2001-2004)
Perjalanan pendidikan
1.SD Perguruan Cikini Jakarta, (1954-1959)
2.SLTP Perguruan Cikini Jakarta, (1960-1962)
3.SLTA Perguruan Cikini Jakarta, (1963-1965)
4.Fakultas Pertanian UNPAD Bandung (1965-1967), (tidak selesai)
5.Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (1970-1972), (tidak selesai)
Presiden Abdurrahman Wahid
Masa Bakti 1999 -- 2001

Kyai Haji Abdurrahman Wahid, akrab dipanggil Gus Dur (lahir di Jombang, Jawa Timur, 7 September 1940 – meninggal di Jakarta, 30 Desember 2009 pada umur 69 tahun[1]) adalah tokoh Muslim Indonesia dan pemimpin politik yang menjadi Presiden Indonesia yang keempat dari tahun 1999 hingga 2001. Ia menggantikan Presiden B. J. Habibie setelah dipilih oleh MPR hasil Pemilu 1999. Penyelenggaraan pemerintahannya dibantu oleh Kabinet Persatuan Nasional. Masa kepresidenan Abdurrahman Wahid dimulai pada 20 Oktober 1999 dan berakhir pada Sidang Istimewa MPR pada tahun 2001. Tepat 23 Juli 2001, kepemimpinannya digantikan oleh Megawati Soekarnoputri setelah mandatnya dicabut oleh MPR. Abdurrahman Wahid adalah mantan ketua Tanfidziyah (badan eksekutif) Nahdlatul Ulama dan pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kehidupan awal
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid Hasyim dan Solichah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Sya'ban, sama dengan 7 September 1940.Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. "Addakhil" berarti "Sang Penakluk".[2] Kata "Addakhil" tidak cukup dikenal dan diganti nama "Wahid", dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Gus Dur. "Gus" adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang anak kiai yang berati "abang" atau "mas".[2]
Gus Dur adalah putra pertama dari enam bersaudara. Wahid lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama (NU), sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada perempuan[3]. Ayah Gus Dur, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny. Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
Gus Dur secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tan Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.[4][5] Tan A Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V.[5] Tan Kim Han sendiri kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang diketemukan makamnya di Trowulan.[5]
Pada tahun 1944, Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi), sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Gus Dur kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai Menteri Agama. Abdurrahman Wahid belajar di Jakarta, masuk ke SD KRIS sebelum pindah ke SD Matraman Perwari. Wahid juga diajarkan membaca buku non-Muslim, majalah, dan koran oleh ayahnya untuk memperluas pengetahuannya[6]. Gus Dur terus tinggal di Jakarta dengan keluarganya meskipun ayahnya sudah tidak menjadi menteri agama pada tahun 1952. Pada April 1953, ayah Wahid meninggal dunia akibat kecelakaan mobil.
Pendidikan Wahid berlanjut dan pada tahun 1954, ia masuk ke Sekolah Menengah Pertama. Pada tahun itu, ia tidak naik kelas. Ibunya lalu mengirim Gus Dur ke Yogyakarta untuk meneruskan pendidikannya dengan mengaji kepada KH. Ali Maksum di Pondok Pesantren Krapyak dan belajar di SMP. Pada tahun 1957, setelah lulus dari SMP, Wahid pindah ke Magelang untuk memulai Pendidikan Muslim di Pesantren Tegalrejo. Ia mengembangkan reputasi sebagai murid berbakat, menyelesaikan pendidikan pesantren dalam waktu dua tahun (seharusnya empat tahun). Pada tahun 1959, Wahid pindah ke Pesantren Tambakberas di Jombang. Di sana, sementara melanjutkan pendidikannya sendiri, Abdurrahman Wahid juga menerima pekerjaan pertamanya sebagai guru dan nantinya sebagai kepala sekolah madrasah. Gus Dur juga dipekerjakan sebagai jurnalis majalah seperti Horizon dan Majalah Budaya Jaya
Pendidikan di luar negeri
 Pada tahun 1963, Wahid menerima beasiswa dari Kementrian Agama untuk belajar di Universitas Al Azhar di Kairo, Mesir. Ia pergi ke Mesir pada November 1963. Meskipun ia mahir berbahasa Arab, Gus Dur diberitahu oleh pihak universitas bahwa ia harus mengambil kelas remedial sebelum belajar Islam dan bahasa Arab. Karena tidak mampu memberikan bukti bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Arab, Wahid terpaksa mengambil kelas remedial.[8]
Abdurrahman Wahid menikmati hidup di Mesir pada tahun 1964; ia suka menonton film Eropa dan Amerika, dan juga menonton pertandingan sepak bola. Wahid juga terlibat dengan Asosiasi Pelajar Indonesia dan menjadi jurnalis majalah asosiasi tersebut. Pada akhir tahun, ia berhasil lulus kelas remedial Arabnya. Ketika ia memulai belajarnya dalam Islam dan bahasa Arab tahun 1965, Gus Dur kecewa; ia telah mempelajari banyak materi yang diberikan dan menolak metode belajar yang digunakan Universitas [9].
Di Mesir, Wahid dipekerjakan di Kedutaan Besar Indonesia. Pada saat ia bekerja, peristiwa Gerakan 30 September (G30S) terjadi. Mayor Jendral Suharto menangani situasi di Jakarta dan upaya pemberantasan komunis dilakukan. Sebagai bagian dari upaya tersebut, Kedutaan Besar Indonesia di Mesir diperintahkan untuk melakukan investigasi terhadap pelajar universitas dan memberikan laporan kedudukan politik mereka. Perintah ini diberikan pada Wahid, yang ditugaskan menulis laporan [10].
Wahid mengalami kegagalan di Mesir. Ia tidak setuju akan metode pendidikan serta pekerjaannya setelah G30S sangat mengganggu dirinya.[11] Pada tahun 1966, ia diberitahu bahwa ia harus mengulang belajar.[11] Pendidikan prasarjana Gus Dur diselamatkan melalui beasiswa di Universitas Baghdad.[12] Wahid pindah ke Irak dan menikmati lingkungan barunya. Meskipun ia lalai pada awalnya, Wahid dengan cepat belajar. Wahid juga meneruskan keterlibatannya dalam Asosiasi Pelajar Indonesia dan juga menulis majalah asosiasi tersebut.
Setelah menyelesaikan pendidikannya di Universitas Baghdad tahun 1970, Abdurrahman Wahid pergi ke Belanda untuk meneruskan pendidikannya. Wahid ingin belajar di Universitas Leiden, tetapi kecewa karena pendidikannya di Universitas Baghdad kurang diakui.[13] Dari Belanda, Wahid pergi ke Jerman dan Perancis sebelum kembali ke Indonesia tahun 1971.
Awal karier 
Gus Dur kembali ke Jakarta mengharapkan bahwa ia akan pergi ke luar negeri lagi untuk belajar di Universitas McGill di Kanada. Ia membuat dirinya sibuk dengan bergabung ke Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) [14], organisasi yg terdiri dari kaum intelektual muslim progresif dan sosial demokrat. LP3ES mendirikan majalah yang disebut Prisma dan Wahid menjadi salah satu kontributor utama majalah tersebut. Selain bekerja sebagai kontributor LP3ES, Wahid juga berkeliling pesantren dan madrasah di seluruh Jawa. Pada saat itu, pesantren berusaha keras mendapatkan pendanaan dari pemerintah dengan cara mengadopsi kurikulum pemerintah. Wahid merasa prihatin dengan kondisi itu karena nilai-nilai tradisional pesantren semakin luntur akibat perubahan ini. Gus Dur juga prihatin dengan kemiskinan pesantren yang ia lihat. Pada waktu yang sama ketika mereka membujuk pesantren mengadopsi kurikulum pemerintah, pemerintah juga membujuk pesantren sebagai agen perubahan dan membantu pemerintah dalam perkembangan ekonomi Indonesia. Wahid memilih batal belajar luar negeri dan lebih memilih mengembangkan pesantren.Abdurrahman Wahid meneruskan kariernya sebagai jurnalis, menulis untuk majalah Tempo dan koran Kompas. Artikelnya diterima dengan baik dan ia mulai mengembangkan reputasi sebagai komentator sosial. Dengan popularitas itu, ia mendapatkan banyak undangan untuk memberikan kuliah dan seminar, membuat dia harus pulang-pergi antara Jakarta dan Jombang, tempat Wahid tinggal bersama keluarganya.
Meskipun memiliki karier yang sukses pada saat itu, Gus Dur masih merasa sulit hidup hanya dari satu sumber pencaharian dan ia bekerja untuk mendapatkan pendapatan tambahan dengan menjual kacang dan mengantarkan es untuk digunakan pada bisnis Es Lilin istrinya [15]. Pada tahun 1974, Wahid mendapat pekerjaan tambahan di Jombang sebagai guru di Pesantren Tambakberas dan segera mengembangkan reputasi baik. Satu tahun kemudian, Wahid menambah pekerjaannya dengan menjadi Guru Kitab Al Hikam.
Pada tahun 1977, Wahid bergabung ke Universitas Hasyim Asyari sebagai dekan Fakultas Praktek dan Kepercayaan Islam. Sekali lagi, Wahid mengungguli pekerjaannya dan Universitas ingin agar Wahid mengajar subyek tambahan seperti pedagogi, syariat Islam dan misiologi. Namun, kelebihannya menyebabkan beberapa ketidaksenangan dari sebagian kalangan universitas dan Wahid mendapat rintangan untuk mengajar subyek-subyek tersebut. Sementara menanggung semua beban tersebut, Wahid juga berpidato selama ramadhan di depan komunitas Muslim di Jombang.
Nahdlatul Ulama 
Awal keterlibatanLatar belakang keluarga Wahid segera berarti. Ia akan diminta untuk memainkan peran aktif dalam menjalankan NU. Permintaan ini berlawanan dengan aspirasi Gus Dur dalam menjadi intelektual publik dan ia dua kali menolak tawaran bergabung dengan Dewan Penasehat Agama NU. Namun, Wahid akhirnya bergabung dengan Dewan tersebut setelah kakeknya, Bisri Syansuri, memberinya tawaran ketiga [16]. Karena mengambil pekerjaan ini, Wahid juga memilih untuk pindah dari Jombang ke Jakarta dan menetap di sana. Sebagai anggota Dewan Penasehat Agama, Wahid memimpin dirinya sebagai reforman NU.
Pada saat itu, Abdurrahman Wahid juga mendapat pengalaman politik pertamanya. Pada pemilihan umum legislatif 1982, Wahid berkampanye untuk Partai Persatuan Pembangunan (PPP), sebuah Partai Islam yang dibentuk sebagai hasil gabungan 4 partai Islam termasuk NU. Wahid menyebut bahwa Pemerintah mengganggu kampanye PPP dengan menangkap orang seperti dirinya [17]. Namun, Wahid selalu berhasil lepas karena memiliki hubungan dengan orang penting seperti Jendral Benny Moerdani.
Mereformasi NU
Pada saat itu, banyak orang yang memandang NU sebagai organisasi dalam keadaan stagnasi/terhenti. Setelah berdiskusi, Dewan Penasehat Agama akhirnya membentuk Tim Tujuh (yang termasuk Wahid) untuk mengerjakan isu reformasi dan membantu menghidupkan kembali NU. Reformasi dalam organisasi termasuk perubahan keketuaan. Pada 2 Mei 1982, pejabat-pejabat tinggi NU bertemu dengan Ketua NU Idham Chalid dan meminta agar ia mengundurkan diri. Idham, yang telah memandu NU pada era transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto awalnya melawan, tetapi akhirnya mundur karena tekanan. Pada 6 Mei 1982, Wahid mendengar pilihan Idham untuk mundur dan menemuinya, lalu ia berkata bahwa permintaan mundur tidak konstitusionil. Dengan himbauan Wahid, Idham membatalkan kemundurannya dan Wahid bersama dengan Tim Tujuh dapat menegosiasikan persetujuan antara Idham dan orang yang meminta kemundurannya [18].
Pada tahun 1983, Soeharto dipilih kembali sebagai presiden untuk masa jabatan ke-4 oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan mulai mengambil langkah untuk menjadikan Pancasila sebagai Ideologi Negara. Dari Juni 1983 hingga Oktober 1983, Wahid menjadi bagian dari kelompok yang ditugaskan untuk menyiapkan respon NU terhadap isu tersebut. Wahid berkonsultasi dengan bacaan seperti Quran dan Sunnah untuk pembenaran dan akhirnya, pada Oktober 1983, ia menyimpulkan bahwa NU harus menerima Pancasila sebagai Ideologi Negara [19]. Untuk lebih menghidupkan kembali NU, Wahid juga mengundurkan diri dari PPP dan partai politik. Hal ini dilakukan sehingga NU dapat fokus dalam masalah sosial daripada terhambat dengan terlibat dalam politik.
Terpilih sebagai ketua dan masa jabatan pertama
Reformasi Wahid membuatnya sangat populer di kalangan NU. Pada saat Musyawarah Nasional 1984, banyak orang yang mulai menyatakan keinginan mereka untuk menominasikan Wahid sebagai ketua baru NU. Wahid menerima nominasi ini dengan syarat ia mendapatkan wewenang penuh untuk memilih para pengurus yang akan bekerja di bawahnya. Wahid terpilih sebagai Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama pada Musyawarah Nasional tersebut. Namun demikian, persyaratannya untuk dapat memilih sendiri para pengurus di bawahnya tidak terpenuhi. Pada hari terakhir Munas, daftar anggota Wahid sedang dibahas persetujuannya oleh para pejabat tinggu NU termasuk Ketua PBNU sebelumnya, Idham Chalid. Wahid sebelumnya telah memberikan sebuah daftar kepada Panitia Munas yang sedianya akan diumumkan hari itu. Namun demikian, Panitia Munas, yang bertentangan dengan Idham, mengumumkan sebuah daftar yang sama sekali berbeda kepada para peserta Munas.[20]
Terpilihnya Gus Dur dilihat positif oleh Suharto dan rezim Orde Baru. Penerimaan Wahid terhadap Pancasila bersamaan dengan citra moderatnya menjadikannya disukai oleh pejabat pemerintahan. Pada tahun 1985, Suharto menjadikan Gus Dur indoktrinator Pancasila.[21] Pada tahun 1987, Abdurrahman Wahid menunjukan dukungan lebih lanjut terhadap rezim tersebut dengan mengkritik PPP dalam pemilihan umum legislatif 1987 dan memperkuat Partai Golkar Suharto. Ia kemudian menjadi anggota MPR mewakili Golkar. Meskipun ia disukai oleh rezim, Wahid mengkritik pemerintah karena proyek Waduk Kedung Ombo yang didanai oleh Bank Dunia.[22] Hal ini merenggangkan hubungan Wahid dengan pemerintah, namun saat itu Suharto masih mendapat dukungan politik dari NU.
Selama masa jabatan pertamanya, Gus Dur fokus dalam mereformasi sistem pendidikan pesantren dan berhasil meningkatkan kualitas sistem pendidikan pesantren sehingga dapat menandingi sekolah sekular.[23] Pada tahun 1987, Gus Dur juga mendirikan kelompok belajar di Probolinggo, Jawa Timur untuk menyediakan forum individu sependirian dalam NU untuk mendiskusikan dan menyediakan interpretasi teks Muslim.[24] Gus Dur pernah pula menghadapi kritik bahwa ia mengharapkan mengubah salam Muslim "assalamualaikum" menjadi salam sekular "selamat pagi".[25]
Masa jabatan kedua dan melawan Orde Baru
Wahid terpilih kembali untuk masa jabatan kedua Ketua NU pada Musyawarah Nasional 1989. Pada saat itu, Soeharto, yang terlibat dalam pertempuran politik dengan ABRI, mulai menarik simpati Muslim untuk mendapat dukungan mereka. Pada Desember 1990, Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dibentuk untuk menarik hati Muslim Intelektual. Organisasi ini didukung oleh Soeharto, diketuai oleh Baharuddin Jusuf Habibie dan di dalamnya terdapat intelektual Muslim seperti Amien Rais dan Nurcholish Madjid sebagai anggota. Pada tahun 1991, beberapa anggota ICMI meminta Gus Dur bergabung. Gus Dur menolak karena ia mengira ICMI mendukung sektarianisme dan akan membuat Soeharto tetap kuat.[26] Pada tahun 1991, Wahid melawan ICMI dengan membentuk Forum Demokrasi, organisasi yang terdiri dari 45 intelektual dari berbagai komunitas religius dan sosial. Organisasi ini diperhitungkan oleh pemerintah dan pemerintah menghentikan pertemuan yang diadakan oleh Forum Demokrasi saat menjelang pemilihan umum legislatif 1992.
Pada Maret 1992, Gus Dur berencana mengadakan Musyawarah Besar untuk merayakan ulang tahun NU ke-66 dan mengulang pernyataan dukungan NU terhadap Pancasila. Wahid merencanakan acara itu dihadiri oleh paling sedikit satu juta anggota NU. Namun, Soeharto menghalangi acara tersebut, memerintahkan polisi untuk mengembalikan bus berisi anggota NU ketika mereka tiba di Jakarta. Akan tetapi, acara itu dihadiri oleh 200.000 orang. Setelah acara, Gus Dur mengirim surat protes kepada Soeharto menyatakan bahwa NU tidak diberi kesempatan menampilkan Islam yang terbuka, adil dan toleran.[27] Selama masa jabatan keduanya sebagai ketua NU, ide liberal Gus Dur mulai mengubah banyak pendukungnya menjadi tidak setuju. Sebagai ketua, Gus Dur terus mendorong dialog antar agama dan bahkan menerima undangan mengunjungi Israel pada Oktober 1994.[28]
Masa jabatan ketiga dan menuju reformasi
Menjelang Musyawarah Nasional 1994, Gus Dur menominasikan dirinya untuk masa jabatan ketiga. Mendengar hal itu, Soeharto ingin agar Wahid tidak terpilih. Pada minggu-minggu sebelum munas, pendukung Soeharto, seperti Habibie dan Harmoko berkampanye melawan terpilihnya kembali Gus Dur. Ketika musyawarah nasional diadakan, tempat pemilihan dijaga ketat oleh ABRI dalam tindakan intimidasi.[29] Terdapat juga usaha menyuap anggota NU untuk tidak memilihnya. Namun, Gus Dur tetap terpilih sebagai ketua NU untuk masa jabatan ketiga. Selama masa ini, Gus Dur memulai aliansi politik dengan Megawati Soekarnoputri dari Partai Demokrasi Indonesia (PDI). Megawati yang menggunakan nama ayahnya memiliki popularitas yang besar dan berencana tetap menekan rezim Soeharto. Wahid menasehati Megawati untuk berhati-hati dan menolak dipilih sebagai Presiden untuk Sidang Umum MPR 1998. Megawati mengacuhkannya dan harus membayar mahal ketika pada Juli 1996 markas PDInya diambil alih oleh pendukung Ketua PDI yang didukung pemerintah, Soerjadi.
Melihat apa yang terjadi terhadap Megawati, Gus Dur berpikir bahwa pilihan terbaiknya sekarang adalah mundur secara politik dengan mendukung pemerintah. Pada November 1996, Wahid dan Soeharto bertemu pertama kalinya sejak pemilihan kembali Gus Dur sebagai ketua NU dan beberapa bulan berikutnya diikuti dengan pertemuan dengan berbagai tokoh pemerintah yang pada tahun 1994 berusaha menghalangi pemilihan kembali Gus Dur.[30] Pada saat yang sama, Gus Dur membiarkan pilihannya untuk melakukan reformasi tetap terbuka dan pada Desember 1996 bertemu dengan Amien Rais, anggota ICMI yang kritis terhadap kebijakan-kebijakan pemerintah.
Juli 1997 merupakan awal dari Krisis Finansial Asia. Soeharto mulai kehilangan kendali atas situasi tersebut. Gus Dur didorong untuk melakukan reformasi dengan Megawati dan Amien, namun ia terkena stroke pada Januari 1998. Dari rumah sakit, Wahid melihat situasi terus memburuk dengan pemilihan kembali Soeharto sebagai Presiden dan protes mahasiswa yang menyebabkan terjadinya kerusuhan Mei 1998 setelah penembakan enam mahasiswa di Universitas Trisakti. Pada tanggal 19 Mei 1998, Gus Dur, bersama dengan delapan pemimpin penting dari komunitas Muslim, dipanggil ke kediaman Soeharto. Soeharto memberikan konsep Komite Reformasi yang ia usulkan. Sembilan pemimpin tersebut menolak untuk bergabung dengan Komite Reformasi. Gus Dur memiliki pendirian yang lebih moderat dengan Soeharto dan meminta demonstran berhenti untuk melihat apakah Soeharto akan menepati janjinya.[31] Hal tersebut tidak disukai Amien, yang merupakan oposisi Soeharto yang paling kritis pada saat itu. Namun, Soeharto mengumumkan pengunduran dirinya pada tanggal 21 Mei 1998. Wakil Presiden Habibie menjadi presiden menggantikan Soeharto.
 Reformasi
Pembentukan PKB dan Pernyataan CiganjurSalah satu dampak jatuhnya Soeharto adalah pembentukan partai politik baru. Di bawah rezim Soeharto, hanya terdapat tiga pertai politik: Golkar, PPP dan PDI. Dengan jatuhnya Soeharto, partai-partai politik mulai terbentuk, dengan yang paling penting adalah Partai Amanat Nasional (PAN) bentukan Amien dan Partai Demokrasi Indonesia-Perjuangan (PDI-P) bentukan Megawati. Pada Juni 1998, banyak orang dari komunitas NU meminta Gus Dur membentuk partai politik baru. Ia tidak langsung mengimplementasikan ide tersebut. Namun pada Juli 1998 Gus Dur mulai menanggapi ide tersebut karena mendirikan partai politik merupakan satu-satunya cara untuk melawan Golkar dalam pemilihan umum. Wahid menyetujui pembentukan PKB dan menjadi Ketua Dewan Penasehat dengan Matori Abdul Djalil sebagai ketua partai. Meskipun partai tersebut didominasi anggota NU, Gus Dur menyatakan bahwa partai tersebut terbuka untuk semua orang.
Pada November 1998, dalam pertemuan di Ciganjur, Gus Dur, bersama dengan Megawati, Amien, dan Sultan Hamengkubuwono X kembali menyatakan komitmen mereka untuk reformasi. Pada 7 Februari 1999, PKB secara resmi menyatakan Gus Dur sebagai kandidat pemilihan presiden.
Pemilu 1999 dan Sidang Umum MPR
Pada Juni 1999, partai PKB ikut serta dalam arena pemilu legislatif. PKB memenangkan 12% suara dengan PDI-P memenangkan 33% suara. Dengan kemenangan partainya, Megawati memperkirakan akan memenangkan pemilihan presiden pada Sidang Umum MPR. Namun, PDI-P tidak memiliki mayoritas penuh, sehingga membentuk aliansi dengan PKB. Pada Juli, Amien Rais membentuk Poros Tengah, koalisi partai-partai Muslim.[32] Poros Tengah mulai menominasikan Gus Dur sebagai kandidat ketiga pada pemilihan presiden dan komitmen PKB terhadap PDI-P mulai berubah.
Pada 7 Oktober 1999, Amien dan Poros Tengah secara resmi menyatakan Abdurrahman Wahid sebagai calon presiden.[33] Pada 19 Oktober 1999, MPR menolak pidato pertanggungjawaban Habibie dan ia mundur dari pemilihan presiden. Beberapa saat kemudian, Akbar Tanjung, ketua Golkar dan ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan Golkar akan mendukung Gus Dur. Pada 20 Oktober 1999, MPR kembali berkumpul dan mulai memilih presiden baru. Abdurrahman Wahid kemudian terpilih sebagai Presiden Indonesia ke-4 dengan 373 suara, sedangkan Megawati hanya 313 suara.[34]
Tidak senang karena calon mereka gagal memenangkan pemilihan, pendukung Megawati mengamuk dan Gus Dur menyadari bahwa Megawati harus terpilih sebagai wakil presiden. Setelah meyakinkan jendral Wiranto untuk tidak ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan membuat PKB mendukung Megawati, Gus Dur pun berhasil meyakinkan Megawati untuk ikut serta. Pada 21 Oktober 1999, Megawati ikut serta dalam pemilihan wakil presiden dan mengalahkan Hamzah Haz dari PPP.
Kepresidenan
Tahun 1999

Kabinet pertama Gus Dur, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK). Non-partisan dan TNI juga ada dalam kabinet tersebut. Wahid kemudian mulai melakukan dua reformasi pemerintahan. Reformasi pertama adalah membubarkan Departemen Penerangan, senjata utama rezim Soeharto dalam menguasai media. Reformasi kedua adalah membubarkan Departemen Sosial yang korup.[35]Pada November 1999, Wahid mengunjungi negara-negara anggota ASEAN, Jepang, Amerika Serikat, Qatar, Kuwait, dan Yordania. Setelah itu, pada bulan Desember, ia mengunjungi Republik Rakyat Cina.[36]
Setelah satu bulan berada dalam Kabinet Persatuan Nasional, Menteri Menteri Koordinator Pengentasan Kemiskinan (Menko Taskin) Hamzah Haz mengumumkan pengunduran dirinya pada bulan November. Muncul dugaan bahwa pengunduran dirinya diakibatkan karena Gus Dur menuduh beberapa anggota kabinet melakukan korupsi selama ia masih berada di Amerika Serikat.[35] Beberapa menduga bahwa pengunduran diri Hamzah Haz diakibatkan karena ketidaksenangannya atas pendekatan Gus Dur dengan Israel [37].
Rencana Gus Dur adalah memberikan Aceh referendum. Namun referendum ini menentukan otonomi dan bukan kemerdekaan seperti referendum Timor Timur. Gus Dur juga ingin mengadopsi pendekatan yang lebih lembut terhadap Aceh dengan mengurangi jumlah personel militer di Negeri Serambi Mekkah tersebut. Pada 30 Desember, Gus Dur mengunjungi Jayapura di provinsi Irian Jaya. Selama kunjungannya, Abdurrahman Wahid berhasil meyakinkan pemimpin-pemimpin Papua bahwa ia mendorong penggunaan nama Papua.[38]
Tahun 2000
Pada Januari 2000, Gus Dur melakukan perjalanan ke luar negeri lainnya ke Swiss untuk menghadiri Forum Ekonomi Dunia dan mengunjungi Arab Saudi dalam perjalanan pulang menuju Indonesia. Pada Februari, Wahid melakukan perjalanan luar negeri ke Eropa lainnya dengan mengunjungi Inggris, Perancis, Belanda, Jerman, dan Italia. Dalam perjalanan pulang dari Eropa, Gus Dur juga mengunjungi India, Korea Selatan, Thailand, dan Brunei Darussalam. Pada bulan Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Di bulan April, Wahid mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan menuju Kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Kota Meksiko dan Hong Kong. Pada bulan Juni, Wahid sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, dan Perancis dengan Iran, Pakistan, dan Mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negara-negara yang dikunjunginya.[39]
Ketika Gus Dur berkelana ke Eropa pada bulan Februari, ia mulai meminta Jendral Wiranto mengundurkan diri dari jabatan Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan. Gus Dur melihat Wiranto sebagai halangan terhadap rencana reformasi militer dan juga karena tuduhan pelanggaran HAM di Timor Timur terhadap Wiranto.[40]
Ketika Gus Dur kembali ke Jakarta, Wiranto berbicara dengannya dan berhasil meyakinkan Gus Dur agar tidak menggantikannya. Namun, Gus Dur kemudian mengubah pikirannya dan memintanya mundur. Pada April 2000, Gus Dur memecat Menteri Negara Perindustrian dan Perdagangan Jusuf Kalla dan Menteri Negara BUMN Laksamana Sukardi. Alasan yang diberikan Wahid adalah bahwa keduanya terlibat dalam kasus korupsi, meskipun Gus Dur tidak pernah memberikan bukti yang kuat.[41] Hal ini memperburuk hubungan Gus Dur dengan Golkar dan PDI-P.
Pada Maret 2000, pemerintahan Gus Dur mulai melakukan negosiasi dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Dua bulan kemudian, pemerintah menandatangani nota kesepahaman dengan GAM hingga awal tahun 2001, saat kedua penandatangan akan melanggar persetujuan.[42] Gus Dur juga mengusulkan agar TAP MPRS No. XXIX/MPR/1966 yang melarang Marxisme-Leninisme dicabut.[43]
Ia juga berusaha membuka hubungan dengan Israel, yang menyebabkan kemarahan pada kelompok Muslim Indonesia.[44] Isu ini diangkat dalam pidato Ribbhi Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, kepada parlemen Palestina tahun 2000. Isu lain yang muncul adalah keanggotaan Gus Dur pada Yayasan Shimon Peres. Baik Gus Dur dan menteri luar negerinya Alwi Shihab menentang penggambaran Presiden Indonesia yang tidak tepat, dan Alwi meminta agar Awad, duta besar Palestina untuk Indonesia, diganti.[45]
Dalam usaha mereformasi militer dan mengeluarkan militer dari ruang sosial-politik, Gus Dur menemukan sekutu, yaitu Agus Wirahadikusumah, yang diangkatnya menjadi Panglima Kostrad pada bulan Maret. Pada Juli 2000, Agus mulai membuka skandal yang melibatkan Dharma Putra, yayasan yang memiliki hubungan dengan Kostrad. Melalui Megawati, anggota TNI mulai menekan Wahid untuk mencopot jabatan Agus. Gus Dur mengikuti tekanan tersebut, tetapi berencana menunjuk Agus sebagai Kepala Staf Angkatan Darat. Petinggi TNI merespon dengan mengancam untuk pensiun, sehingga Gus Dur kembali harus menurut pada tekanan.[46]
Hubungan Gus Dur dengan TNI semakin memburuk ketika Laskar Jihad tiba di Maluku dan dipersenjatai oleh TNI. Laskar Jihad pergi ke Maluku untuk membantu orang Muslim dalam konflik dengan orang Kristen. Wahid meminta TNI menghentikan aksi Laskar Jihad, namun mereka tetap berhasil mencapai Maluku dan dipersenjatai oleh senjata TNI.[47]
Muncul pula dua skandal pada tahun 2000, yaitu skandal Buloggate dan Bruneigate. Pada bulan Mei, Badan Urusan Logistik (BULOG) melaporkan bahwa $4 juta menghilang dari persediaan kas Bulog. Tukang pijit pribadi Gus Dur mengklaim bahwa ia dikirim oleh Gus Dur ke Bulog untuk mengambil uang.[48] Meskipun uang berhasil dikembalikan, musuh Gus Dur menuduhnya terlibat dalam skandal ini. Skandal ini disebut skandal Buloggate. Pada waktu yang sama, Gus Dur juga dituduh menyimpan uang $2 juta untuk dirinya sendiri. Uang itu merupakan sumbangan dari Sultan Brunei untuk membantu di Aceh. Namun, Gus Dur gagal mempertanggungjawabkan dana tersebut. Skandal ini disebut skandal Bruneigate.
Sidang Umum MPR 2000 hampir tiba, popularitas Gus Dur masih tinggi. Sekutu Wahid seperti Megawati, Akbar dan Amien masih mendukungnya meskipun terjadi berbagai skandal dan pencopotan menteri. Pada Sidang Umum MPR, pidato Gus Dur diterima oleh mayoritas anggota MPR. Selama pidato, Wahid menyadari kelemahannya sebagai pemimpin dan menyatakan ia akan mewakilkan sebagian tugas.[49] Anggota MPR setuju dan mengusulkan agar Megawati menerima tugas tersebut. Pada awalnya MPR berencana menerapkan usulan ini sebagai TAP MPR, akan tetapi Keputusan Presiden dianggap sudah cukup. Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidaksenangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet. Kabinet baru lebih kecil dan meliputi lebih banyak non-partisan. Tidak terdapat anggota Golkar dalam kabinet baru Gus Dur.
Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk. Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh anggota TNI dan juga kemungkinan didanai oleh Fuad Bawazier, menteri keuangan terakhir Soeharto. Pada bulan yang sama, bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur memperbolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan berada di bawah bendera Indonesia.[50] Ia dikritik oleh Megawati dan Akbar karena hal ini. Pada 24 Desember 2000, terjadi serangan bom terhadap gereja-gereja di Jakarta dan delapan kota lainnya di seluruh Indonesia.
Pada akhir tahun 2000, terdapat banyak elit politik yang kecewa dengan Abdurrahman Wahid. Orang yang paling menunjukan kekecewaannya adalah Amien. Ia menyatakan kecewa mendukung Gus Dur sebagai presiden tahun lalu. Amien juga berusaha mengumpulkan oposisi dengan meyakinkan Megawati dan Gus Dur untuk merenggangkan otot politik mereka. Megawati melindungi Gus Dur, sementara Akbar menunggu pemilihan umum legislatif tahun 2004. Pada akhir November, 151 DPR menandatangani petisi yang meminta pemakzulan Gus Dur.[51]
Tahun 2001 dan akhir kekuasaanPada Januari 2001, Gus Dur mengumumkan bahwa Tahun Baru Cina (Imlek) menjadi hari libur opsional.[52] Tindakan ini diikuti dengan pencabutan larangan penggunaan huruf Tionghoa. Gus Dur lalu mengunjungi Afrika Utara dan juga Arab Saudi untuk naik haji.[53] Abdurrahman Wahid melakukan kunjungan terakhirnya ke luar negeri sebagai presiden pada Juni 2001 ketika ia mengunjungi Australia.
Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Gus Dur menyatakan kemungkinan Indonesia masuk kedalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi.[54] Pertempuan tersebut menambah gerakan anti-Wahid. Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Gus Dur. Nota tersebut berisi diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Gus Dur turun menuduhnya mendorong protes tersebut. Gus Dur membantah dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan.[55]. Namun, demonstran NU terus menunjukan dukungan mereka kepada Gus Dur dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan Gus Dur sebagai presiden hingga mati.
Pada bulan Maret, Gus Dur mencoba membalas oposisi dengan melawan disiden pada kabinetnya. Menteri Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Gus Dur mundur.[56] Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan kebijakan, dan diangap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan,[57] yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Gus Dur mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inagurasi penggantian menteri. Pada 30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.
Gus Dur mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial, dan Keamanan (Menko Polsoskam) Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Gus Dur memberhentikannya dari jabatannya beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001.[58] Akhirnya pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk penunjukan kekuatan.[59]. Gus Dur kemudian mengumumkan pemberlakuan dekrit yang berisi (1) pembubaran MPR/DPR, (2) mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dengan mempercepat pemilu dalam waktu satu tahun, dan (3) membekukan Partai Golkar[60] sebagai bentuk perlawanan terhadap Sidang Istimewa MPR. Namun dekrit tersebut tidak memperoleh dukungan dan pada 23 Juli, MPR secara resmi memakzulkan Gus Dur dan menggantikannya dengan Megawati Sukarnoputri.[61] Abdurrahman Wahid terus bersikeras bahwa ia adalah presiden dan tetap tinggal di Istana Negara selama beberapa hari, namun akhirnya pada tanggal 25 Juli ia pergi ke Amerika Serikat karena masalah kesehatan.
 Aktivitas setelah kepresidenan
Perpecahan pada tubuh PKBSebelum Sidang Khusus MPR, anggota PKB setuju untuk tidak hadir sebagai lambang solidaritas. Namun, Matori Abdul Djalil, ketua PKB, bersikeras hadir karena ia adalah Wakil Ketua MPR. Dengan posisinya sebagai Ketua Dewan Syuro, Gus Dur menjatuhkan posisi Matori sebagai Ketua PKB pada tanggal 15 Agustus 2001 dan melarangnya ikut serta dalam aktivitas partai sebelum mencabut keanggotaan Matori pada bulan November.[63] Pada tanggal 14 Januari 2002, Matori mengadakan Munas Khusus yang dihadiri oleh pendukungnya di PKB. Munas tersebut memilihnya kembali sebagai ketua PKB. Gus Dur membalasnya dengan mengadakan Munasnya sendiri pada tanggal 17 Januari, sehari setelah Munas Matori selesai[64] Musyawarah Nasional memilih kembali Gus Dur sebagai Ketua Dewan Penasehat dan Alwi Shihab sebagai Ketua PKB. PKB Gus Dur lebih dikenal sebagai PKB Kuningan sementara PKB Matori dikenal sebagai PKB Batutulis.
Pemilihan umum 2004
Pada April 2004, PKB berpartisipasi dalam Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD Indonesia 2004, memperoleh 10.6% suara. Untuk Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden Indonesia 2004, dimana rakyat akan memilih secara langsung, PKB memilih Wahid sebagai calon presiden. Namun, Gus Dur gagal melewati pemeriksaan medis sehingga Komisi Pemilihan Umum menolak memasukannya sebagai kandidat. Gus Dur lalu mendukung Solahuddin yang merupakan pasangan dari Wiranto. Pada 5 Juli 2004, Wiranto dan Solahuddin kalah dalam pemilu. Untuk pemilihan kedua antara pasangan Yudhoyono-Kalla dengan Megawati-Muzadi, Gus Dur menyatakan golput.
Oposisi terhadap pemerintahan SBY
Pada Agustus 2005, Gus Dur menjadi salah satu pemimpin koalisi politik yang bernama Koalisi Nusantara Bangkit Bersatu. Bersama dengan Try Sutrisno, Wiranto, Akbar Tanjung dan Megawati, koalisi ini mengkritik kebijakan pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, terutama mengenai pencabutan subsidi BBM yang akan menyebabkan naiknya harga BBM.
Kehidupan pribadi
Wahid menikah dengan Sinta Nuriyah dan dikaruniai empat orang anak: Alissa Qotrunnada, Zannuba Ariffah Chafsoh (Yenny), Anita Hayatunnufus, dan Inayah Wulandari. Yenny juga aktif berpolitik di Partai Kebangkitan Bangsa dan saat ini adalah direktur The Wahid Institute.
Kematian
Gus Dur menderita banyak penyakit, bahkan sejak ia mulai menjabat sebagai presiden. Ia menderita gangguan penglihatan sehingga seringkali surat dan buku yang harus dibaca atau ditulisnya harus dibacakan atau dituliskan oleh orang lain. Beberapa kali ia mengalami serangan strok. Diabetes dan gangguan ginjal juga dideritanya. Ia wafat pada hari Rabu, 30 Desember 2009, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pada pukul 18.45 akibat berbagai komplikasi penyakit tersebut, yang dideritanya sejak lama. Sebelum wafat ia harus menjalani hemodialisis (cuci darah) rutin. Menurut Salahuddin Wahid adiknya, Gus Dur wafat akibat sumbatan pada arteri.[65] Seminggu sebelum dipindahkan ke Jakarta ia sempat dirawat di Jombang seusai mengadakan perjalanan di Jawa Timur.[66]
Penghargaan
Pada tahun 1993, Gus Dur menerima Ramon Magsaysay Award, sebuah penghargaan yang cukup prestisius untuk kategori Community Leadership. [67]
Wahid ditahbiskan sebagai "Bapak Tionghoa" oleh beberapa tokoh Tionghoa Semarang di Kelenteng Tay Kak Sie, Gang Lombok, yang selama ini dikenal sebagai kawasan Pecinan pada tanggal 10 Maret 2004.[5]
Ia mendapat penghargaan dari Simon Wiethemthal Center, sebuah yayasan yang bergerak di bidang penegakan Hak Asasi Manusia. Wahid mendapat penghargaan tersebut karena menurut mereka ia merupakan salah satu tokoh yang peduli terhadap persoalan HAM.[68][69] Gus Dur memperoleh penghargaan dari Mebal Valor yang berkantor di Los Angeles karena Wahid dinilai memiliki keberanian membela kaum minoritas, salah satunya dalam membela umat beragama Konghucu di Indonesia dalam memperoleh hak-haknya yang sempat terpasung selama era orde baru.[68] Wahid juga memperoleh penghargaan dari Universitas Temple. Namanya diabadikan sebagai nama kelompok studi Abdurrahman Wahid Chair of Islamic Study.[68]
Tasrif Award-AJI
Pada 11 Agustus 2006, Gadis Arivia dan Gus Dur mendapatkan Tasrif Award-AJI sebagai Pejuang Kebebasan Pers 2006.[70] Penghargaan ini diberikan oleh Aliansi Jurnalis Independen (AJI). Gus Dur dan Gadis dinilai memiliki semangat, visi, dan komitmen dalam memperjuangkan kebebasan berekpresi, persamaan hak, semangat keberagaman, dan demokrasi di Indonesia. Gus Dur dan Gadis dipilih oleh dewan juri yang terdiri dari budayawan Butet Kertaradjasa, pemimpin redaksi The Jakarta Post Endy Bayuni, dan Ketua Komisi Nasional Perempuan Chandra Kirana. Mereka berhasil menyisihkan 23 kandidat lain. Penghargaan Tasrif Award bagi Gus Dur menuai protes dari para wartawan yang hadir dalam acara jumpa pers itu.[71] Seorang wartawan mengatakan bahwa hanya karena upaya Gus Dur menentang RUU Anti Pornoaksi dan Pornografi, ia menerima penghargaan tersebut. Sementara wartawan lain seperti Ati Nurbaiti, mantan Ketua Umum AJI Indonesia dan wartawan The Jakarta Post membantah dan mempertanyakan hubungan perjuangan Wahid menentang RUU APP dengan kebebasan pers.[71]
Doktor kehormatan
Gus Dur juga banyak memperoleh gelar Doktor Kehormatan (Doktor Honoris Causa) dari berbagai lembaga pendidikan:
Doktor Kehormatan bidang Filsafat Hukum dari Universitas Thammasat, Bangkok, Thailand (2000)[72]
Doktor Kehormatan dari Asian Institute of Technology, Bangkok, Thailand (2000)[72]
Doktor Kehormatan bidang Ilmu Hukum dan Politik, Ilmu Ekonomi dan Manajemen, dan Ilmu Humaniora dari Pantheon Universitas Sorbonne, Paris, Perancis (2000)[72]
Doktor Kehormatan dari Universitas Chulalongkorn, Bangkok, Thailand (2000)
Doktor Kehormatan dari Universitas Twente, Belanda (2000) [73]
Doktor Kehormatan dari Universitas Jawaharlal Nehru, India (2000)[72]
Doktor Kehormatan dari Universitas Soka Gakkai, Tokyo, Jepang (2002)[72]
Doktor Kehormatan bidang Kemanusiaan dari Universitas Netanya, Israel (2003)[74]
Doktor Kehormatan bidang Hukum dari Universitas Konkuk, Seoul, Korea Selatan (2003)[72]
Doktor Kehormatan dari Universitas Sun Moon, Seoul, Korea Selatan (2003)