Selasa, 13 April 2010

AMANAT GALUNGGUNG PRABU GURU DHARMASIKSA (Bagian 2 dari 4)

Sinopsis Pengantar

Kisah ini berawal dari Kerajaan Saunggalah I (Wilayah Kuningan sekarang) yang keberadaannya ditengarai sejak awal abad 8M seperti yang tercatat dalam naskah lama Pustaka Pararatwan I Bhumi Jawadwipa dengan nama Saunggalah. Adalah Rahyang Sempakwaja Penguasa Galunggung, sang ayahanda, yang mendudukkan Resiguru Demunawan kakak kandung Purbasora (Raja di Galuh 716-732M) menjadi raja di Saunggalah I.

Dengan gelaran Resiguru yang disandangnya tentu Resiguru Demunawan pun menurunkan”AJARAN”-nya. Adalah seorang keturunannya yang kemudian menjadi Raja di Saunggalah I (Kuningan) dan kemudian pindah menjadi raja di Saunggalah II (Mangunreja/Sukapura) yaitu PRABUGURU DARMASIKSA (1175-1297 M, 122 tahun!) yang nantinya kemudian mengaktualisaksikan ajaran-ajaran karuhunnya.

Prabuguru Darmasiksa adalah tokoh yang kemudian berperan besar dalam mengkompilasi dasar-dasar pandangan Hidup/ajaran hidup berupa nasehat dan pitutur dalam suatu naskah tertulis. Naskah yang dikenal sebagai AMANAT DARI GALUNGGUNG atau disebut juga sebagai NASKAH CIBURUY (nama tempat di Garut Selatan tempat ditemukan naskah Galunggung tsb) diidentifikasi sebagai KROPAK No.632, yang ditulis pada daun nipah sebanyak 6 lembar dimana terdiri atas 12 halaman; menggunakan aksara Sunda Kuna. Naskah ini kemudian lebih dikenal sebagai “AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA”.

AMANAT PRABUGURU DARMASIKSA

HALAMAN 3
Pegangan Hidup:

Harus dijaga kemungkinan orang asing dapat merebut kabuyutan (tanah yang disakralkan).
Siapa saja yang dapat menduduki tanah yang disakralkan (Galunggung), akan beroleh kesaktian, unggul perang, berjaya, bisa mewariskan kekayaan sampai turun temurun.
Bila terjadi perang, pertahankanlah kabuyutan yang disucikan itu.
Cegahlah kabuyutan (tanah yang disucikan) jangan sampai dikuasai orang asing.
Lebih berharga kulit lasun (musang) yang berada di tempat sampah dari pada raja putra yang tidak bisa mempertahankan kabuyutan/tanah airnya.
Perilaku Yang Negatif:

Jangan memarahi orang yang tidak bersalah.
Jangan tidak berbakti kepada leluhur yang telah mampu mempertahankan tanahnya (kabuyutannya) pada jamannya.


Kandungan Nilai:

Tanah kabuyutan, tanah yang disakralkan, bisa dimaknai sebagai tanah air (ibu pertiwi).
Siapa yang bisa menjaga tanah airnya akan hidup bahagia.
Pertahankanlah eksistensi tanah air kita itu. Jangan sampai dikuasai orang asing.
Alangkah hinanya seorang anak bangsa, jauh lebih hina dan menjijikan dibandingkan dengan kulit musang -yang berbau busuk- yang tercampak di tempat sampah, bila anak bangsa tersebutsb tidak mampu mempertahankan tanah airnya.
Hidup harus memilikii etika.

HALAMAN 4
Pegangan Hidup:

Hindarilah sikap tidak mengindahkan aturan, termasuk melanggar pantangan diri sendiri.
Orang yang melanggar aturan, tidak tahu batas, tidak menyadari akan nasihat para leluhurnya, sulit untuk diobati sebab diserang musuh yang “halus”.
Orang yang keras kepala, yaitu orang yang ingin menang sendiri, tidak mau mendengar nasihat ayah-bunda, tidak mengindahkan ajaran moral (patikrama). Ibarat pucuk alang-alang yang memenuhi tegal.


Kandungan Nilai:

Hidup harus tunduk kepada aturan, termasuk mentaati “pantangan” diri sendiri. Ini menyiratkan bahwa manusia harus sadar hukum, bermoral dan tahu batas serta dapat mengendalikan dirinya sendiri.
Orang yang moralnya rusak sulit diperbaiki, sebab terserang penyakit batin (hawa nafsunya), termasuk orang yang keras kepala.

HALAMAN 5
Pegangan Hidup:

Orang yang mendengarkan nasihat leluhurnya akan tenteram hidupnya, berjaya. Orang yang tetap hati seibarat telah sampai di puncak gunung.
Bila kita tidak saling bertengkar dan tidak merasa diri paling lurus dan paling benar, maka manusia di seluruh dunia akan tenteram, ibarat gunung yang tegak abadi, seperti telaga yang bening airnya; seperti kita kembali ke kampung halaman tempat berteduh.
Peliharalah kesempurnaan agama, pegangan hidup kita semua.
Jangan kosong (tidak mengetahui) dan jangan merasa bingung dengan ajaran keutamaan dari leluhur.
Semua yang dinasihatkan bagi kita semua ini adalah amanat dari Rakeyan Darmasiksa.


Kandungan Nilai:

Manusia harus rendah hati jangan angkuh.
Agama sebagai pegangan hidup harus ditegakkan.
Pengetahuan akan nilai-nilai peninggalan para leluhur harus didengar dan dilaksanakan.

HALAMAN 6
Pegangan Hidup:

Sang Raja Purana merasa bangga dengan ayahandanya (Rakeyan Darmasiksa), yang telah membuat ajaran/pegangan hidup yang lengkap dan sempurna.
Bila ajaran Darmasiksa ini tetap dipelihara dan dilaksanakan maka akan terjadi:
- Raja pun akan tenteram dalam menjalankan tugasnya;
- Keluarga/tokoh masyarakat akan lancar mengumpulkan bahan makanan.
- Ahli strategi akan unggul perangnya.
- Pertanian akan subur.
- Panjang umur.
SANG RAMA (tokoh masyarakat) bertanggung jawab atas kemakmuran hidup.
SANG RESI (cerdik pandai, berilmu), bertanggung jawab atas kesejahteraan.
SANG PRABU (birokrat) bertanggung jawab atas kelancaran pemerintahan.


Perilaku Yang Negatif:

Jangan berebut kedudukan.
Jangan berebut penghasilan.
Jangan berebut hadiah.

Perilaku Yang Positif:

Harus bersama- sama mengerjakan kemuliaan, melalui: perbuatan, ucapan dan itikad yang bijaksana.
Kandungan Nilai:

Seorang ayah/orang tua harus menjadi kebangagan puteranya/keturunannya.
Melaksanakan ajaran yang benar secara konsisten akan mewujudkan ketenteraman dan keadil-makmuran.
Bila tokoh yang tiga (Rama, Resi dan Prabu), biasa disebut dengan Tri Tangtu di Bumi (Tiga penentu di Dunia), berfungsi dengan baik, maka kehidupan pun akan sejahtera.
Hidup jangan serakah.
Kemuliaan itu akan tercapai bila dilandasi dengan tekad, ucap dan lampah yang baik dan benar.

(Bersambung…)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar